Jumat 05 Feb 2021 02:01 WIB

Fraksi NasDem Pastikan Bahas RUU Pemilu

Fraksi NasDem ingin pilkada dinormalisasi di 2022 dan 2023.

Ilustrasi Pilkada. F-NasDem sudah memutuskan untuk mendukung Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi Pilkada. F-NasDem sudah memutuskan untuk mendukung Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, mengaku optimistis fraksi-fraksi di DPR mengambil kebijakan akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. RUU tersebut yang saat ini masih dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Kami optimis ya, fungsi parpol adalah menjembatani aspirasi publik dengan kebijakan Pemerintah. NasDem sebagai parpol akan menyuarakan terus, soal hasil bisa kita dialogkan bersama," kata Willy, di Jakarta, Kamis (4/2).

Baca Juga

Dia menegaskan bahwa F-NasDem sudah memutuskan untuk mendukung Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Fraksinya akan berjuang untuk normalisasi pelaksanaan pilkada agar tidak terjadi krisis elektoral yaitu dilaksanakan pada 2022 dan 2023.

Menurut dia, dalam sebuah negara demokrasi harus ada sirkulasi kekuasaan yang rutin, regular, dan berkesinambungan, maka tentu harus pertahankan kualitas serta konsolidasi demokrasi. Dia menjelaskan, NasDem mempertimbangkan ada 271 daerah yang mengalami kekosongan kekuasaan atau "vacuum of power", karena kepala daerah dijabat pejabat sementara (Pjs) harus bertanggung jawab kepada siapa.

"Otoritas itu mandatori rakyat dan diserahkan kepada rakyat. Kalau Pjs bertanggung jawab kepada siapa. Kami tidak ingin ada politisasi birokrasi yang besar kalau 271 daerah dijabat selama 1-2 tahun oleh Pjs," ujarnya pula.

Dalam Pasal 201 ayat 8 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan, "Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024".

Sementara itu, dalam draf RUU Pemilu Pasal 731 ayat (1) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2015 dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2020".

Pasal 731 ayat (2) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022".

Pasal 731 ayat (3) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023".

Willy juga mengatakan, terkait poin-poin krusial yang ada dalam RUU Pemilu bisa didialogkan bersama, misalnya terkait ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden.

Untuk ambang batas pencalonan presiden, menurut dia, bisa belajar dari pengalaman yang lalu, agar makin banyak putra-putri bangsa Indonesia yang tampil di tingkat nasional. "Kalau besarannya tinggi maka jumlahnya (capres/cawapres) terbatas. Karena itu, kami dorong untuk dialog, ada proses penurunan untuk ambang batas pencalonan presiden," katanya lagi.

Menurut dia, semua keputusan di DPR tidak diambil secara sepihak, namun bisa didialogkan agar semua memiliki kesepahaman atas dasar konsensus yang sama.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement