REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan mengenai pilkada serentak 2024 masih terus berlangsung. Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan mendukung jalannya pilkada sesuai dengan aturan yang berlaku. "Terkait pilkada 2024 itu sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," kata Ariza di Balai Kota DKI, Selasa (2/2) malam.
Ariza menyebut, hingga kini usulan pilkada serentak 2024 masih menjadi pembahasan di tingkat legislatif. Bahkan, dia mengakui sejumlah fraksi di DPR RI pun berupaya menolak usulan tersebut. Namun, ia menegaskan, Pemprov DKI bakal mengikuti penyelenggaraan pilkada serentak 2024 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016.
"Memang ada beberapa partai di pusat yang dalam pembahsan di DPR RI ingin bahwa pilkada dilakukan sesuai periodisasinya tiga gelombang, seperti periode sebelumnya artinya ada 2020, 2022, 2023. Namun demikian menurut UU yang ada sekarang yang belum direvisi itu, pilkada serentak 2024. Kami Pemprov DKI mengikuti peraturan UU yang ada," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu menuturkan, keputusan peraturan UU merupakan kewenangan pemerintah pusat dan DPR RI. Oleh karena itu, ia menyampaikan, Pemprov DKI menyerahkan sepenuhnya keputusan pelaksanaan pilkada kepada pihak-pihak terkait.
"Kita serahkan kebijakan itu yang akan disusun, digodok dan diputuskan oleh pemerintah pusat dan DPR RI. Apakah tetap seperti UU sekarang pilkada serentak dilakukan di 2024 sepenuhnya menjadi kewenangan dari pemerintah pusat dan DPR RI," jelasnya.
Sebelumnya dikabarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta partai koalisi pendukungnya untuk mengkaji ulang rencana revisi Undang-Undang Pemilu. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan lanjut tidaknya revisi undang-undang pemilu tergantung komisi II.
"Mesti ada kesepahaman di DPR sendiri mengenai jadi atau tidaknya revisi UU pemilu di luar kode-kode yang katanya dilakukan oleh pemerintah," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/2).
Ia menyerahkan sepenuhnya pada Komisi II DPR sebagai pengusul revisi Undang-Undang tersebut. Tentunya hal tersebut tergantung juga dari perintah fraksi dari masing-masing partai yang ada di parlemen.
"Ini kembali kepada kawan-kawan di komisi II tentunya yang menjalankan perintah dan fraksi partainya masing-masing untuk kemudian mengkaji dan melakukan proses-proses komunikasi di komisi II, apakah inisiatif DPR ini mau dilanjutkan atau tidak," ujarnya.