Selasa 02 Feb 2021 17:33 WIB

Ada Perbaikan: Kapasitas Testing Naik, Positivity Rate Turun

Positivity rate Covid-19 harian pada Selasa (2/2) alami penurunan cukup signifikan.

Petugas kebersihan membersihkan tempat cuci tangan di jalur pedestrian Malioboro, Yogyakarta, Selasa (2/2). Pemerintah Daerah Yogyakarta kembali memperpanjang status tanggap darurat Covid-19 hingga 28 Februari 2021. Dan status tanggap darurat Covid-19 ini masih bisa diperpanjang melihat kondisi. Hingga Senin (1/2) pasien terkonfirmasi Covid-19 di DIY sudah melebihi 22 ribu kasus.
Foto:

Arah perbaikan pandemi juga tercermin dari jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta. Berdasarkan data pada hari ini, tercatat hunian pasien Covid-19 di RSD Covid-19 yang dirawat hingga Selasa (2/2) pagi kini tinggal 58,49 persen.

"Kalau melihat keterisian pasien di pekan lalu sempat menembus 82-85 persen, kemudian perlahan turun 77 persen, kemarin 58,7 persen, bahkan laporan pagi tadi 58,49 persen dari total hunian (tempat tidur) yang telah disiapkan," ujar Koordinator Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran Mayor Jenderal Tugas Ratmono saat konferensi virtual BNPB, Selasa sore.

Tugas menjelaskan, rata-rata pasien bergejala ringan dirawat selama 15 hari kemudian baru diperbolehkan pulang. Ia menambahkan, sebagian besar pasien yang memang sudah sesuai kriteria untuk dipulangkan, kini telah kembali ke rumah. Tercatat, RSD Covid-19 Wisma Atlet merawat 3.506 pasien dan ada penurunan.

"Mudah-mudahan terus ada penurunan tetapi ini bisa dinamis, jadi kita tetap waspada. Kami siap untuk perawatan sampai hunian sebanyak 80 persen," ujarnya.

Sejauh ini, ia mengeklaim jumlah tempat tidur, alat kesehatan, obat-obatan masih cukup. Ia menambahkan, seandainya ada obat-obatan mulai kurang atau peralatan kesehatan di laboratorium yang kurang maka pihaknya melakukan penyiapan atau pengadaan untuk segera memenuhinya.

"Sejauh ini semua lancar," ujarnya.

Ia menambahkan, RSD Covid-19 hanya merawat pasien bergejala ringan dan sedang. Ini sesuai dengan pedoman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pihaknya melakukan perawatan dengan baik sesuai dengan standar yang telah dibuat.

"Kebijakan kami di Wisma Atlet Kemayoran itu adalah nerawat pasien yang ringan dan sedang, bahkan kami merawat pasien yang berat untuk dipersiapkan dirujuk ke RS rujukan Covid-19 DKI Jakarta," ujarnya.

Sementara bagi pasien yang tidak menunjukkan gejala (OTG) diisolasi di tower 8 dan 9 Pademangan, Jakarta Utara. Lebih lanjut, ia mengatakan, tempat perawatan pasien memang dibedakan untuk yang bergejala dan yang tidak karena untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik antara irang terinfeksi Covid-19 yang tidak bergejala dan bergejala.

Selain itu, pemisahan pasien untuk memberikan kenyamanan atau relaksasi untuk tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di RSD Covid-19 sesuai dengan aturan kerja shift atau yang pihaknya terapkan di sana.

"Sehingga kami harapkan ini betul-betul tidak memberikan beban yang tinggi dan memberikan kenyamanan. Sehingga, para nakes ini bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku dan ditetapkan dan ini bagian dari perlindungan nakes," ujarnya.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) memberi masukan soal Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). IAKMI menilai PPKM mesti lebih tegas agar mampu menekan laju penularan Covid-19.

Ketua Umum IAKMI Ede Surya Darmawan menyampaikan pemerintah perlu menguatkan tracing, testing dan treatment (3T). Selama ini, Ede memandang tracing dan testing belum berjalan secara cepat dan tepat.

"PPKM dikira seluas Jawa-Bali, tapi hanya diberlakukan di 23 kota, DKI Jakarta saja sudah lima kota hitungannya," kata Ede pada Republika, Senin (1/2).

Ede mengkhawatirkan kegiatan testing lebih didominasi dari jenis testing mandiri. Padahal testing mestinya didominasi hasil tracing oleh pemerintah.

"Bagaimana tracing dan testing-nya? 35-40 persen orang Jakarta. Harusnya 18 wilayah lain di atas 35 persen. Penduduk Jakarta tidak sampai 10 persen Indonesia. Testing di Jakarta 10 persen saja biar genjot daerah lain," ujar Ede.

Selain itu, Ede mengusulkan agar pemerintah lebih baik menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketimbang PPKM. Ia meyakini PSBB mampu membatasi mobilitas penduduk yang pada akhirnya menekan laju infeksi.

"PSBB diterapkan mau akhir pekan, sepanjang pekan enggak apa-apa karena jangan sampai ada yang bergentayangan tidak jelas," ucap Ede.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement