Senin 01 Feb 2021 15:36 WIB

Protes Dunia Atas Penangkapan Aung San Suu Kyi

Penangkapan Suu Kyi bawa pesan mengerikan dari militer Myanmar.

 Seorang prajurit militer bersenjata berjaga di depan gerbang kantor pemerintah daerah Yangon, di Yangon, Myanmar,  Senin (1/2/2021). Menurut laporan media, anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi, sedang ditahan oleh militer.
Foto:

Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty Internasional Ming Yu Hah mengatakan, penangkapan Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lainnya oleh militer sangat mengkhawatirkan. Ming Yu Hah meminta agar pemimpin de facto Myanmar tersebut segera dibebaskan.

“Militer Myanmar harus mengklarifikasi atas dasar hukum apa mereka ditahan. Mereka juga harus menjamin bahwa hak-hak mereka yang ditangkap dihormati sepenuhnya, termasuk terhadap perlakuan buruk, dan bahwa mereka memiliki akses ke pengacara pilihan mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka harus memastikan keberadaan mereka dan memberi mereka akses ke perawatan medis," ujar Ming Yu Hah dalam siaran pers.

Menurut Ming Yu Hah, penangkapan aktivis politik terkemuka dan pembela hak asasi manusia secara bersamaan mengirimkan pesan mengerikan bahwa, otoritas militer tidak akan mentolerir perbedaan pendapat apa pun di tengah peristiwa yang sedang berlangsung. Kudeta dan tindakan keras militer sebelumnya di Myanmar telah menyebabkan kekerasan skala besar dan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan keamanan.

"Kami mendesak angkatan bersenjata untuk menahan diri, mematuhi hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter dan agar tugas penegakan hukum dapat sepenuhnya dilanjutkan oleh kepolisian pada kesempatan sedini mungkin," ujar Ming Yu Hah.

Organisasi kemanusiaan, Human Rights Watch (HRW), juga mendesak pembebasan Suu Kyi. "Tindakan militer menunjukkan penghinaan pada pemilihan demokrasi bulan November lalu dan pada hak rakyat Myanmar untuk menentukan sendiri pemerintahnya," kata direktur HRW Asia, Brad Adams dalam pernyataannya, seperti dikutip Aljazirah.

"Kami khawatir dengan keselamatan dan keamanan para aktivis dan kritikus militer yang mungkin telah ditahan, militer harus menyadari aksi tersebut harus mereka pertanggung jawabkan, termasuk penganiayaan ditahanan dan penggunaan kekuatan secara berlebihan," tambah Adams. Ia mendesak pemerintah Myanmar untuk berbicara menentang aksi militer dan mempertimbangkan sanksi pada mereka yang bertanggung jawab atas aksi kudeta.

Daniel Russel, diplomat tertinggi AS untuk Asia Timur di bawah Presiden Barack Obama, yang membina hubungan dekat dengan Suu Kyi, mengatakan, pengambilalihan militer lainnya di Myanmar akan menjadi pukulan telak bagi demokrasi di kawasan itu. "Jika benar, ini adalah kemunduran besar, tidak hanya untuk demokrasi di Myanmar, tetapi untuk kepentingan AS. Ini adalah pengingat lain bahwa tidak adanya keterlibatan AS yang kredibel dan mantap di kawasan itu telah memperkuat kekuatan anti-demokrasi," katanya.

Murray Hiebert, pakar Asia Tenggara di lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington, mengatakan, situasi tersebut merupakan tantangan bagi pemerintahan baru AS. "AS pada Jumat telah bergabung dengan negara-negara lain dalam mendesak militer untuk tidak melanjutkan ancaman kudeta. China akan mendukung Myanmar seperti saat militer mengusir Rohingya," katanya.

Militer Myanmar mengatakan akan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang pemilu setelah masa darurat selama satu tahun usai. Hal itu diumumkan beberapa jam setelah mereka melakukan kudeta.

"Kami akan melakukan demokrasi multi-partai nyata, dengan keseimbangan dan keadilan penuh," kata militer Myanmar dalam sebuah unggahan di akun Facebook-nya, Senin (1/2).

Militer pun mengungkapkan bahwa kekuasaan akan dialihkan setelah menggelar pemilu yang bebas dan adil serta periode ketentuan darurat selesai. Pada Senin dini hari, penasihat negara sekaligus pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi ditangkap militer Myanmar. Presiden Myanmar Win Myint dan beberapa pejabat lainnya turut ditahan.

Penangkapan mereka dilakukan menjelang penyelenggaraan sesi sidang parlemen baru Myanmar. Sebelumnya militer memang sudah mengancam akan melancarkan kudeta saat parlemen baru bersidang. Hal itu karena mereka menuding ada kecurangan dalam pemilu yang diselenggarakan pada November tahun lalu.

Dalam pemilu tersebut, NLD memperoleh 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Tapi berdasarkan konstitusi yang dirancang tahun 2008, militer harus menguasai 25 persen kursi di parlemen.

Konstitusi yang saat ini berlaku di Myanmar dirancang ketika pemerintahan militer pada 2008. Konstitusi tersebut memang memberi cukup banyak keuntungan bagi kubu militer. Konstitusi menjamin tentara Myanmar memperoleh seperempat kursi parlemen. Dalam pasal 436, militer diberi hak untuk memveto reformasi konstitusi.

Konstitusi juga memberikan wewenang kepada militer Myanmar untuk mengontrol kementerian keamanan utama, termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri. Di sisi lain, konstitusi telah menjadi tembok bagi Aung San Suu Kyi untuk menjadi presiden. Sebab konstitusi yang dirancang militer melarang calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anak.

Suu Kyi diketahui memiliki dua putra dari mendiang suaminya yang merupakan akademisi Inggris. Suu Kyi telah cukup lama menyuarakan niatnya untuk mereformasi konstitusi. Menurutnya hal itu penting sebagai bagian dari transisi demokrasi pasca 50 tahun pemerintahan militer yang ketat, dilansir dari Reuters.

photo
Staf dari Komite Pembangunan Kota Yangon bersiap untuk pulang setelah markas mereka di Balai Kota Yangon diambil alih oleh militer Myanmar di Yangon, Myanmar, Senin (1/2/2021). Menurut laporan media, anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi , termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi, ditahan oleh militer - (EPA-EFE / LYNN BO BO)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement