Sabtu 30 Jan 2021 09:43 WIB

Transformasi Ekonomi Syariah

Kita bisa melihat duet Jokowi dan Erick Thohir dalam perspektif lintasan sejarah.

Fachry Ali

Oleh : Fachry Ali, Salah Satu Pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU) Indonesia

Dan kita ketahui, terutama karena kian lama aspek politik kian ditekankan, maka aspek profesionalisme dunia usaha dalam gelombang asksi Sarekat Islam ini menjadi tak tertangani.

Duet Jokowi-Erick

Dalam konteks inilah kita bisa melihat Jokowi dan Erick Thohir dalam perspektif lintasan sejarah. Sebabnya adalah bahwa bahkan usaha negara menumbuhkan kaum industrialis pribumi melalui Kebijakan Benteng di masa Kabinet Natsir awal 1950-an menemui kegagalan. 

Dimotori Menteri Pedagangan Sumitro Djojohadikusumo, Kebijakan Benteng ini dilancarkan dengan asumsi kelemahan organisasional dan modal kalangan pengusaha pribumi dapat “ditutupi” intervensi negara. 

Namun, sebagaimana terjadi masa Sarekat Islam, sebagian besar aktor-aktor ekonomi tersebut baru saja tertransformasikan ke dalam pola usaha modern dari latar belakang pola agraris mereka yang pekat. 

Maka itu, profesionalisme dan kemampuan mengartikulasikan diri di dalam kontestasi sistem pasar belum tegak pada dasar yang kuat. Ini pula yang menjelaskan mengapa Gabungan Koperasi Batik Indonesia, sebuah gerakan ekonomi lanjutan SDI Haji Samanhudi dan Sarekat Islam HOS Ttjokroamito berakhir pula dengan kegagalan.

Kini, duet Jokowi-Erick seakan-akan menjawab tantangan struktural sejarah itu. Mendapat mandat politik yang lebih besar dalam periode kedua Kepresidenannya (2019-2024), Jokowi menunjuk Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. 

Penunjukan ini tampaknya “bertendensi”. Sebagai mantan pengusaha mebel, Jokowi tentu memiliki bukan saja sense of business, melainkan mengetahui dengan persis talenta profesionalisme seseorang. 

Dan Erick, menjawab tantangan Jokowi tersebut dengan kinerja profesional menangani BUMN. Kebijakan right sizing dan restrukturisasi BUMN selama setahun belakangan ini memperlihatkan dengan jelas kinerja profesionalnya.

Namun, yang jauh lebih menarik adalah konsolidasi bank-bank syariah yang telah tumbuh dan berkembang di bank-bank BUMN yang dilakukan Erick Thohir baru-baru ini. Bagaimanapun juga, ini harus kita lihat sebagai sesuatu yang tak berprseden dalam sejarah. 

Benar, bahwa bank syari’ah telah berdiri sejak masa akhir Orde Baru (1967-98). Akan tetapi, sebagaimana pernah dinyatakan ekonom M. Dawam Rahardjo, pendirian tersebut masih bersifat, kasarnya, pemberian “permen” kepada umat Islam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement