Sabtu 30 Jan 2021 06:42 WIB

Ilmuwan Samakan Gejala Jangka Panjang Covid-19 dengan Ebola

Gejala penyakit jangka panjang tidak hanya berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Pemakaman korban virus Ebola
Foto: VOA
Pemakaman korban virus Ebola

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para ilmuwan yang mempelajari efek jangka panjang dari infeksi penyakit coronavirus (Covid-19) dan gejala penyakit Ebola telah menemukan kesamaan antara dampak jangka panjang dari penyakit tersebut. Penyintas Ebola dianggap mirip dengan pasien yang menderita Covid-19 berkepanjangan.

Dalam kasus Ebola, sekitar tiga dari setiap empat penyintas masih mengalami gejala hingga satu tahun atau lebih setelah terinfeksi. Mereka banyak melaporkan nyeri otot dan sendi, kelelahan, masalah penglihatan, dan sakit kepala seperti migrain. 

Baca Juga

Sekitar sepertiga dari orang yang selamat dari Chikungunya terus mengalami kelelahan dan terkadang artritis yang melumpuhkan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Penyakit tersebut ditularkan oleh nyamuk yang terdapat di beberapa bagian Afrika dan Asia yang menyebabkan demam dan nyeri sendi.

"Ini adalah jenis diskusi yang sama seperti yang kami lakukan untuk Covid-19. Orang-orang yang hidupnya tidak pernah sama lagi, yang menggambarkan nyeri sendi dan kelelahan serta masalah kognitif," kata profesor imunologi di Imperial College London, Danny Altmann dilansir dari Arab News pada Jumat (29/1).

Altmann menuturkan pengalaman Chikungunya dan Ebola seharusnya menjadi peringatan. Sebab meskipun berbicara tentang keluarga virus yang sangat berbeda, dan infeksi yang sangat beragam, penyakit-penyakit itu tampaknya melakukan hal yang sangat mirip. "Ada kebutuhan yang sangat mendesak akan imunologi untuk memahami apa yang sedang terjadi," tambah Altmann.

Altmann menunjukkan bahwa gejala penyakit jangka panjang tidak hanya berdampak buruk pada kehidupan masyarakat. Tetapi juga menghadirkan tantangan besar jangka panjang bagi sistem perawatan kesehatan. 

"Chikungunya menghancurkan layanan kesehatan Brasil, dan itu bukan karena infeksinya yang akut, tetapi karena masalah kesehatan yang berkepanjangan ini," ucap Altmann.

Altmann tidak yakin pembuat kebijakan memahami hal ini ketika mereka memikirkan tentang efek panjang Covid-19. "Kami mungkin tidak hanya berbicara tentang melewati musim dingin ini atau musim semi ini, tetapi mungkin 300 ribu orang di Inggris dan terus meningkat akan memiliki masalah kronis," ungkap Altmann.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement