Jumat 29 Jan 2021 17:04 WIB

Karantina Wilayah Mikro yang Sudah Dimulai di Yogyakarta

Beberapa kelurahan Yogyakarta menggagas upaya isolasi mandiri di tingkat kampung.

Tempat cuci tangan ditempatkan di pintu masuk Kampung Cokrodirjan, Yogyakarta, Jumat (11/12). Tambahan alat cuci tangan diberikan kepada RW oleh kalurahan untuk memperketat penerapan protokol kesehatan Covid-19. Lonjakan penyebaran Covid-19 menjadi perhatian usai dibukanya pariwisata di Yogyakarta.
Foto:

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai perlu ada karantina wilayah lingkup RT dan RW serta ketegasan dalam upaya mendisiplinkan penerapan protokol kesehatan. Ketua Umum PB IDI, Daeng M Faqih, mengatakan, karantina wilayah terbatas mikro tingkat RT/RW ini menjadi satu model penguatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

"Sebab, laju penularan Covid-19 masih tinggi, makanya perlu ada penguatan," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (29/1).

Ia menegaskan, IDI sangat mendukung wacana ini. Bahkan, ia menambahkan, IDI justru meminta model karantina wilayah skala mikro dilakukan sejak dulu. Jika memungkinkan, dia melanjutkan, karantina wilayah ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan prioritas di zona merah yang penularannya tinggi. Sebab, dia melanjutkan, di daerah zona ini banyak orang tanpa gejala (OTG) dan mereka sudah masuk di rumah-rumah penduduk.

"Jadi, OTG sudah masuk di kampung-kampung dan harus dilakukan seperti itu," katanya.

Pengawasan di wilayah kecil harus dilakukan supaya terpantau dengan baik. Bisa aparat RT/TW, gang-gang kampung, ketika di pedesaan ada pos desa yang dibantu Babinsa, Babinkamtibmas, kemudian petugas kesehatan di kampung-kampung itu, termasuk dokter dan perawat atau bidan desa yang melakukan supervisi.

"Mereka inilah yang melakukan pengawasan atau monitoring mobilitas penduduk, warga yang keluar masuk, kemudian apakah disiplin melakukan protokol kesehatan. Itu lebih gampang dilakukan kalau lingkup kecil karena kan dikenali," katanya.

Tak hanya pengawasan, menurutnya para aparat ini bisa membantu proses testing dan pelacakan. Jadi kalau ada warga yang diamati, diawasi dicurigai terinfeksi virus ini kemudian testing dilakukan.

Kemudian setelah keluar hasilnya dan terkonfirmasi positif, aparat bisa melakukan pelacakan kontak erat. Ia menambahkan, para petugas atau aparat di RT/RW ini bisa memanfaatkan gedung kosong di sekolah atau balai RT/RW di wilayahnya yang disulap sebagai tempat karantina isolasi mandiri.

Tak hanya karantina wilayah, Daeng meminta ada ketegasan pemerintah dalam pendisiplinan. Artinya, kalau ada oknum yang melanggar protokol kesehatan perlu mendapat tindakan tegas.

"Kalau permisif, apa-apa dimaafkan dan mengharapkan kesadaran masyarakat itu tidak bisa dalam kondisi gawat darurat," ujarnya.

Ia menyadari memang kesadaran masyarakat bisa diwujudkan tetapi prosesnya bervariasi, ada yang cepat sadar namun ada juga yang lama. Sebab, proses penyadaran dan mengubah perilaku memakan waktu.

"Sehingga proses ini tidak bisa dilakukan sendirian, harus dibarengi dengan menegakkan aturan," katanya.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyampaikan, penanganan pandemi memang perlu dilakukan hingga menyentuh lingkup terkecil komunitas, yakni RT dan RW. Karantina terbatas ini dilakukan dengan modal gotong royong, melalui pengaktifan kembali posko Covid-19 di wilayah masing-masing. Posko, ujar Wiku, bisa diisi oleh elemen masyarakat dan dibantu oleh BPBD, Satpol PP, TNI, dan Polri.

"Salah satu contoh riil dari pelaksanaan teknis posko adalah upaya respons cepat berbagai elemen di daerah saat adanya gempa di Sulawesi Barat lalu. Tim tanggap darurat di sana dapat melakukan mitigasi dampak pascabencana dengan tetap memperhatikan pengendalian penularan covid karena kita masih dalam masa pandemi," ujar Wiku dalam keterangan pers, Kamis (28/1).

Kemarin, Wiku sudah mengatakan bahwa laju penularan virus corona masih cukup tinggi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kasus Covid-19 yang telah mencapai lebih dari satu juta kasus.

“Angka ini tentunya bukanlah angka yang kecil dan mampu menggambarkan laju penularan virus yang cukup tinggi di negara kita selama ini. Angka satu juta ini merupakan jumlah keseluruhan dari penduduk Indonesia yang pernah terinfeksi Covid-19,” kata Wiku saat konferensi pers.

Dari total kasus konfirmasi positif, terdapat sebanyak 166.540 atau 16 persen kasus aktif di Indonesia per 28 Januari. Wiku menyebut, angka persentase kasus aktif tersebut dapat menjadi ancaman. Sebab jika penularan virus tidak dikendalikan dengan baik, maka akan semakin banyak penduduk yang tertular.

“Kita harus benar-benar menganggap serius penanganan kasus aktif agar angka kesembuhan kasus Covid-19 dapat meningkat dan menurunkan angka kematian,” jelas dia.

Lebih lanjut, Wiku juga menyampaikan Indonesia saat ini masih belum mampu mencapai indikator keberhasilan penanganan pandemi. Indikator keberhasilan penanganan pandemi ini mencakup banyak aspek, di antaranya yakni jumlah kasus dan kebutuhan perawatan yang semakin berkurang, kemampuan mengidentifikasi sebagian besar kasus dan kontak pada masyarakat, dll.

Karena itu, ia menegaskan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini masih belum berakhir. Pemerintah masih memiliki banyak PR yang harus diselesaikan. “Sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan laju penularan virus Covid-19 sampai Indonesia dinyatakan sukses mengendalikan wabah ini,” kata Wiku.

photo
Indonesia dan Negara-Negara dengan 1 Juta Kasus Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement