Rabu 27 Jan 2021 22:20 WIB

'Program Penurunan Stunting Harus Tetap Dijaga'

Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti.

Ilustrasi pencegahan stunting
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Ilustrasi pencegahan stunting

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertepatan dengan hari gizi nasional 25 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan stunting nasional. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyatakan upaya menurunkan angka stunting merupakan tantangan tersendiri. Presiden telah menargetkan pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14 persen.

Sementara saat ini, persentase penurunan stunting baru mencapai 2,7 persen. BKKBN sendiri memprediksi hingga 2024 akan ada 20 juta kelahiran baru. Yang artinya terdapat 20 juta anak yang harus dijaga agar tidak mengalami stunting.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berharap pergantian pejabat dan organisasi penanggung jawab penurunan stunting tidak mengganggu kelangsungan implementasi kebijakan yang telah ada. “Kesinambungan harus dijaga, program yang bagus dan telah berjalan diteruskan, yang belum bagus diperbaiki,” kata Agus Pambagio dalam rilisnya, Rabu (27/1).

Menurut dia, stunting harus ditekan dari hulu ke hilir mulai dari program edukasi hingga intevensi gizi spesifik pada saat anak gagal tumbuh. Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi.

"Contoh sederhana, edukasi susu untuk anak. Kita tahu susu penting bagi pertumbuhan anak, tapi tidak semua susu baik untuk anak karena kandungan gizinya berbeda," ujar dia.

Menurut Agus, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak. Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal selama ini Posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak.

“Sekarang ini Posyandu kurang aktif, harus dicari cara lain agar gizi dan kesehatan anak terpantau, Menkes dan Kepala BKKBN harus berani melakukan terobosan agar angka stunting dapat turun sesuai dengan yang diharapkan,” ujar Agus.

Sejatinya, Kemenkes telah mengeluarkan Juknis Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit, di dalamnya mengatur tentang pemberian PKMK (Pangan Olahan Keperluan  Medis Khusus) terhadap anak berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk.

Melalui Permenkes dan Juknisnya ini diharapkan upaya pencegahan stunting melalui intervensi gizi dapat ditangani lebih baik, dari yang sebelumnya anak hanya diberikan intervensi spesifik berupa PMT (Pemberian Makan Tambahan) menjadi sebuah oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/ml.

“Kita sedang berpacu, sekaligus memantau penerapan kebijakan intervensi gizi ini di 10 wilayah yang dilanjutkan menjadi program nasional. Kita berharap inisiatif ini bisa didukung oleh semua instansi agar terobosan kebijakan ini bisa membawa hasil nyata bagi anak Indonesia,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement