REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ilmu Administrasi dari Universitas Indonesia (UI) Dr Muhammad Rahmat Yananda mengatakan tuntutan perubahan atau inovasi di masa krisis sebagaimana kondisi pandemi Covid-19 saat ini merupakan suatu keharusan.
"Organisasi publik dan privat harus bisa berinovasi untuk tetap bisa beraktivitas. Jadi kalau disimpulkan dari semua cara kita mengatasi Covid-19 sebenarnya kita dituntut berubah," kata dia pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (26/1).
Perubahan yang dimaksud ialah normal baru atau perubahan ke arah yang baru dengan kata lain inovasi. Oleh sebab itu, tuntutan perubahan di masa pandemi adalah suatu keharusan.
Seorang ekonom asal Austria, ujar dia, mendefinisikan inovasi sebagai sebuah peluang di masa krisis. Berangkat dari definisi dan keadaan saat ini maka salah satu cara agar masyarakat bisa keluar dari krisis pandemi Covid-19 ialah melakukan perubahan atau inovasi.
Ia mengatakan inovasi tersebut akan melanda semua sektor kehidupan baik itu terkait kesehatan, pendidikan, sosial, agama, budaya dan tak terkecuali sektor media massa. Namun, menariknya, media massa terlebih dahulu melakukan suatu inovasi sebelum pandemi Covid-19 terjadi yakni konvergensi media.
Secara umum, Covid-19 telah menimbulkan dampak yang luar biasa. Sebagai contoh dari aspek kesehatan, angka orang yang terpapar virus terus meningkat. Bahkan, data Satgas Penanganan Covid-19 per Selasa pukul 12.00 WIB jumlah total terkonfirmasi positif telah mencapai satu juta jiwa atau tepatnya 1.012.350 orang.
Hal itu belum lagi berdampak pada peningkatan angka kematian, layanan kesehatan yang mulai kolaps hingga upaya pemerintah yang mengharuskan mendatangkan vaksin.
Selain itu, lanjut dia, dari aspek nonkesehatan misalnya pendapatan dan pekerjaan turun bahkan hilang, angka kemiskinan naik, sektor pendidikan terdisrupsi dan sektor-sektor lainnya.