REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tata cara keramas di tengah pandemi beredar lewat pesan berantai di media sosial. Inti dari tulisan tersebut adalah keramas yang salah bisa jadi membuat virus yang menempel di rambut terbawa air masuk ke dalam saluran tubuh.
Tulisan itu menjelaskan rambut berpotensi ditempeli virus corona saat berinteraksi di luar rumah. Ketika disiram air pada waktu mengawali keramas, virus tersebut turut terbawa mengalir ke mata, hidung, dan mulut.
Karena itu, tulisan itu menyarankan agar keramas diawali dengan membahasi telapak tangan dengan air sampai basah. Kemudian, tetesi dengan sampo secukupnya, gosokkan sampai berbusa, lalu usapkan ke seluruh rambut dan tunggu 20 detik hingga 1 menit.
Biarkan deterjen di sampo bekerja membunuh seluruh virus di area rambut, setelah itu baru dibilas dengan air. Kemudian, ulang sekali lagi memakai sampo dan bilas.
Republika.co.id mengecek penjelasan dalam pesan berantai tersebut kepada Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio, Rabu (20/1). Hingga kini, Amin mengatakan, belum ada bukti ilmiah baik berupa studi ataupun penelitian yang mendukung jika air keramas memang menjadi faktor penyebaran infeksi Covid-19.
"Karena virus memang bisa masuk lewat berbagai cara,’’ ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Rabu (20/1).
Sejauh ini, dia mengatakan, protokol kesehatan 3M, yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, memang menjadi yang utama. Namun, ia mengatakan, berbagai upaya apapun untuk mencegah penyebaran virus yang menyebabkan Covid-19 itu patut dihargai.
"Selama saran itu bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Sebelumnya, Republika.co.id juga melakukan pengecekan mengenai hal ini kepada Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Prof. Chairul Anwar Nidom. Prof Nidom tidak menyangkal pentingnya keramas dan mandi sebagai upaya membersihkan diri dari virus.
Namun, ia mengatakan, masyarakat juga bisa melakukan upaya-upaya lain agar virus tidak menempel di anggota tubuh. Terkait virus yang menempel di rambut, dia mengatakan, masyarakat bisa memaksimalkan penutup kepala agar virus tidak menempel di rambut.
"Jadi minimal menutup rambut. Jadi jilbab ada fungsi lainnya bukan hanya syariah. Yang laki-laki bisa pakai topi," ujar Nidom.
Sebab, Nidom menilai, tata cara keramas tersebut bisa membuat masyarakat tambah stres di tengah pandemi yang tak kunjung usai. "Penjelasan dr Enrico bagus tapi bisa menimbulkan stres. Jangan-jangan keramas saya salah, jangan-jangan cuci tangan saya salah. Stres itu bisa mengubah struktur metabolisme tubuh sehingga virus bisa gampang masuk," ujar Nidom kepada Republika, Rabu (20/1).