REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gempa bumi merusak di Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, pada Jumat (15/1) pukul 01:28:17 WIB, bukan yang pertama kali.
Catatan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), gempa dengan karakteristik sesar naik seperti yang terjadi dini hari tadi pernah terjadi di bagian barat, Sulawesi Barat. Peristiwa tersebut bahkan pernah memicu terjadinya tsunami pada tahun 1928, 1967, 1969 dan 1984.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono menjelaskan, berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, dan data mekanisme sumber (focal mechanism) dari USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, kejadian gempa bumi tersebut berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif. Sesar ini terletak di sekitar lokasi pusat gempa bumi berupa sesar naik (dengan kedudukan N 28°E, dip 21° dan rake 104° atau kedudukan N 351°E, dip 16° dan slip 94°).
"Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sesar naik ini tergolong sudut landai dan blok bagian timur relatif bergerak naik terhadap blok bagian barat bidang sesar," ujar Eko kepada wartawan dalam siaran persnya.
Menurut Eko, jalur sesar naik ini berasosiasi dengan lipatan (fold thrust belt) yang banyak terdapat di bagian barat Provinsi Sulawesi Barat. Jalur sesar naik ini diperkirakan menerus ke arah darat. Kejadian gempa bumi ini diperkirakan diawali dengan gempa bumi pembuka (foreshock) yang terjadi sebelumnya pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021, pukul 13:35:49 WIB, dengan magnitudo (M5,9).
Terkait kondisi geologi daerah terlanda gempa bumi, kata dia, wilayah yang terletak dekat dengan sumber gempa bumi adalah Kabupaten Majene dan sekitarnya Provinsi Sulawesi Barat. Wilayah ini, kata dia, merupakan morfologi perbukitan hingga perbukitan terjal, lembah dan dataran pantai yang tersusun oleh batuan berumur Pra Tersier (terdiri – dari batuan metamorf, meta sedimen), Tersier (terdiri – dari batuan sedimen, batugamping, gunungapi) dan Endapan Kuarter (terdiri – dari endapan pantai dan aluvial).
Menurut dia, sebagian batuan berumur Pra Tersier dan Tersier tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter dan batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan tersebut bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan.
"Sehingga rawan guncangan gempa bumi. Selain itu morfologi terjal yang tertutup oleh batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan akan berpotensi terjadi gerakan tanah/ longsoran apabila dipicu guncangan gempa bumi kuat di daerah ini," paparnya.
Dampak gempa bumi, kata dia, telah mengakibatkan bencana berupa kerusakan bangunan (termasuk kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Barat) dan jatuhan batu yang menutupi jalan. Menurut data BMKG guncangan gempa bumi cukup kuat di daerah sekitar lokasi pusat gempa bumi dan diperkirakan pada skala intensitas V-VI MMI (Modified Mercally Intensity). "Kejadian gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami, karena lokasi pusat gempa bumi terletak di darat," kata dia.
Badan geologi mengimbau pada masyarakat untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat. Serta, tidak terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.
Masyarakat, kata dia, harus tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan, yang diperkirakan kekuatannya lebih kecil. Bagi masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan agar mengungsi ke tempat aman sesuai dengan arahan dari BPBD setempat.
"Apabila terdapat retakan tanah pada bagian atas perbukitan akibat guncangan gempa bumi, agar waspada terhadap kemungkinan terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi dan curah hujan tinggi," kata dia.