REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok difabel seluruh Indonesia merekomendasikan 14 poin penting untuk pemerintah agar menjadi pedoman penguatan difabel ke depan. Beberapa isu dinilai masih hambatan dan tantangan kelompok difabel di Indonesia untuk mandiri.
Direktur Utama Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Suharto menjelaskan 14 poin penting ini diperoleh dari serangkaian acara temu inklusi diselenggarakan sejak September lalu. Harapannya rekomendasi ini bisa menjadi pedoman pemerintah untuk memberikan akses dan pemberdayaan kepada kelompok difabel.
"Dialog indonesia inklusif ini merupakan puncak acara temu inklusi yang selama ini sudah dilakukan. Kegiatan ini merupakan aspirasi dari rekan rekan difabel yang ada di Indonesia. Biasanya peringatan hari difabel itu dengan ceremony, tetapi kami ingin alternatif lain agar dalam perayaan ini kami mendiskusikan hal hal kemajuan dan perlindungan hak hak disabilitas apa tantangan dan capainnya dan perbaikan ke depan," ujar Suharto, Kamis (14/1).
Suharto merinci dari 14 poin rekomendasi tersebut, termasuk urgent untuk menjadi perhatian pemerintah ada di sektor pendidikan. Suharto menjelaskan selama ini sektor pendidikan masih terbagi dua, antara Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Inklusif. Menurut Suharto mestinya dikotomi ini tidak ada lagi sehingga semua difabel bisa mendapatkan akses pendidikan layak.
"Kami berharap ke depannya pendidikan inklusif ini bisa menjadi pedoman sistem pendidikan nasional kita, sehingga ke depan semua sekolah inklusif," ujar Suharto.
Kedua, adalah akses kesehatan. Suharto menilai selama ini banyak difabel belum bisa mengakses fasilitas kesehatan. Hal ini dikarenakan kurangnya awarness dari para nakes dan juga aksesibilitas masih minim.
"Misalnya, alat bantu kita itu impor dari luar negeri dan mahal. Misalnya untuk difabel netra, itu di atas 10 juta. Gimana ke depan, Indonesia bisa produksi sendiri. Ini sangat mungkin untuk memproduksi di dalam negeri sendiri," tambah Suharto.
Ketiga, yang paling penting adalah adanya pandemi Covid-19 membuat kelompok difabel terdampak cukup besar. Menurut catatan SIGAB, dampak pandemi Covid-19 menggerus pendapatan para kelompok difabel. Sebab, banyak difabel bekerja di sektor informal dan paling terdampak.
"Difabel mengalami penurunan pendapatan 50-80 persen," ujar Suharto.
Harapannya, jaminan sosial dikeluarkan pemerintah bisa juga menyentuh difabel. Sebab, sejauh ini belum ada yang khusus menyasar kelompok difabel. "Program jaminan nasional sekarang gak ada yang kusus bagi difabel. Harusnya semua instrumen jaminan nasional bisa dinikmati juga oleh difabel sehingga bisa membantu difabel. Ke depan harapannya ada program agar difabel bisa bikin bangkit," ujar Suharto.
Terakhir, Suharto juga berharap distribusi vaksin pemerintah bisa menempatkan kelompok difabel menjadi prioritas penerima. "Semoga vaksin juga bisa menjangkau difabel dan kelompok difabel bisa menjadi prioritas. Ini semoga bisa menjadi pedoman agar difabel ke depan bisa lebih baik," tutup Suharto.