REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu menjadi salah satu agenda krusial pada 2021. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, saat ini naskah revisi UU Pemilu masih dalam proses harmonisasi di badan legislasi (Baleg) DPR.
Saan mengatakan, sudah ada kesepakatan bahwa RUU tersebut akan dibahas di Baleg. Komisi II menyerahkan sepenuhnya agar revisi UU Pemilu dibahas di panitia kerja (panja) yang dibentuk Baleg. "Iya, sudah ada kesepakatan," ujarnya, Senin (11/1).
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya membenarkan revisi UU Pemilu masih dalam proses harmonisasi di Baleg. Namun, ia membantah sudah ada titik terang di mana revisi UU tersebut akan dibahas.
"Nanti tergantung rapim bamus (rapat pimpinan badan musyawarah)," ucapnya.
Politikus Partai Nasdem tersebut mengatakan proses yang berjalan di Baleg saat ini pada tahapan harmonisasi dan pembukaan. Setelah itu, naskah RUU akan diserahkan ke paripurna sebagai inisiatif DPR.
"Kalau sudah putus nanti dikirim ke presiden, baru kalau sudah ada surpres dan DIM pemerintah akan dibahas dimananya diputuskan bamus," ungkapnya.
"Insya Allah 2021 selesai," imbuhnya.
Sebelumnya Willy mengungkapan ada enam poin krusial dalam RUU Pemilu yang akan menjadi pembahasan intensif di internal Baleg. Pertama, menurut dia, keserentakan pemilu. Kedua, ambang batas parlemen dan mengajukan capres-cawapres.
Ketiga, besaran kursi per-daerah pemilihan (dapil), apakah ada pengurangan atau tetap menggunakan skema yang lama yaitu 3-10 kursi per-dapil. Poin krusial keempat adalah terkait metode konversi suara partai menjadi kursi, apakah menggunakan sainte lague atau kuota hare.
Kelima terkait sistem pemilu apakah terbuka atau tertutup. Terakhir, isu keenam, yaitu terkait pelaksanaan pilkada yang berkaitan dengan keserentakan pelaksanaan pemilu. Dia mengatakan, perlu dipertimbangkan kembali terkait ide pelaksanaan pileg, pilpres, dan pilkada yang dilaksanakan secara serentak.