REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan untuk meniadakan lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk guru pada tahun ini. Kebutuhan tenaga pengajar pada tahun ini hanya dipenuhi melalui perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Menurut Pengamat Pendidikan Doni A Koesoema, kebijakan ini dinilai kurang tepat lantaran PPPK hanya menjadi salah satu solusi untuk memberikan kesejahteraan pada guru honorer yang berkualitas, tetapi terkendala usia sesuai aturan aparatur sipil negara (ASN).
Sedangkan CPNS adalah rekrutmen lulusan baru atau di bawah 35 tahun yang dapat menjadi pelaku transformasi pendidikan. "Seharusnya pemerintah juga memetakan kebutuhan dan membuka lowongan CPNS selain P3K," ujar Doni kepada Republika.co.id, Jumat (8/1).
PPPK diakui dapat memberikan kesejahteraan lebih baik daripada guru honorer. Namun, pengajar nantinya menjadi lebih banyak yang statusnya PPPK.
Hal ini karena semua guru yang mendaftar bukan hanya honorer, ada guru tetap swasta yang mungkin ikut melamar serta lulusan baru yang melamar karena tak ada formasi CPNS.
Padahal, formasi CPNS penting untuk mendapatkan tenaga pengajar dengan ilmu pendidikan terbaru, sedangkan guru honorer kebanyakan adalah guru yang lebih tua dengan ilmu pendidikan yang jadul.
"Kebijakan ini tidak adil karena justru guru- guru baru yang berkualitas tidak dapat memperoleh ruang untuk mengabdi negara melalui ilmu dan kompetensinya," kata anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini.