REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Surakarta menyatakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang akan dilakukan tanggal 11-25 Januari 2021 tidak akan berdampak signifikan bagi sektor perhotelan.
"Ya sudah tidak apa-apa, kondisi seperti ini kan 'up and down' (naik dan turun)," kata Ketua PHRI Kota Surakarta Abdullah Soewarno.
Ia mengatakan aktivitas perhotelan cenderung rendah sejak pertama kali kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia. Bahkan, momentum pergantian tahun lalu tidak mampu mendongkrak okupansi hotel di dalam negeri termasuk Solo.
"Okupansi hotel di saat libur akhir tahun kemarin hanya di kisaran 30 persen," katanya.
Meski demikian, pihaknya tetap berupaya untuk mengikuti aturan pemerintah mengingat langkah tersebut diambil karena menyangkut keselamatan jiwa manusia.
"Yang jelas efeknya ya sudah jelas, bisa ditebak (hotel merugi). Namun PHRI Solo tetap mendukung, kami tidak akan komplain. Pandemi seperti ini ya landai, tidak ada yang namanya ramai," katanya.
Meski demikian, diakuinya, di luar kondisi pandemi pada periode awal tahun memang bukan merupakan waktu yang baik bagi industri perhotelan. Menurut dia, di masa normal kondisi perhotelan di Kota Solo pada awal tahun hanya mampu mencatat okupansi rendah.
"Kalau kondisi normal, di bulan Januari ya 40-45 persen. Apalagi besok tidak ada 'Solo Great Sale'," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Surakarta optimis Solo mampu menjalani Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang akan dilakukan tanggal 11-25 Januari 2021 meskipun akan memberikan dampak pada perekonomian daerah.
"Kalau itu sudah dihitung dampaknya, risiko terhadap ekonomi pasti ada. Lebih baik kita merugi namun bangsa ini bisa diselamatkan dari penyebaran Covid-19, lha ini yg mesti kita lakukan," kata Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo.