Kamis 07 Jan 2021 08:08 WIB

Awal Perkara Pembangunan Mushola Berujung Gugatan Pengembang

Warga Cluster Water Garden selama ini menempuh jarak tiga kilometer untuk sholat.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Erik Purnama Putra
Pembangunan mushola di Cluster Water Garden, Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, digugat oleh pengembang perumahan, yaitu PT Putra Alvita Pratama yang masih bagian dari Sinarmas Land Group.
Foto: Istimewa
Pembangunan mushola di Cluster Water Garden, Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, digugat oleh pengembang perumahan, yaitu PT Putra Alvita Pratama yang masih bagian dari Sinarmas Land Group.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Warga Cluster Water Garden, Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, digugat pengembang perumahan, yaitu PT Putra Alvita Pratama yang masih bagian dari Sinarmas Land Group. Rahman Kholid digugat lantaran ingin membangun mushola di lingkungan kediamannya.

Perkara itu bermula saat Rahman membeli sebuah kavling di Cluster Water Garden pada 2015. Dia berniat membangun mushala lantaran ia dan tetangganya harus menempuh jarak hingga tiga kilometer ke tempat ibadah.

"Tujuan warga membangun mushala adalah untuk peningkatan kualitas lingkungan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Permukiman dan Perumahan,” kata Rahman kepada Republika, Rabu (6/1).

Dia yang mengaku tinggal di kawasan Grand Wisata sejak 2011, bercerita, sebelumnya warga harus menggelar tenda di jalanan untuk menunaikan shalat Tarawih. Hal itu lantaran pengembang tidak membangun masjid, apalagi mushala di area perumahan. "(Fasilitas ibadah) tidak ada sama sekali,” terang Rahman.

Dia mengaku, membeli rumah di Cluster Water Garden pada 2013, setelah mengontrak selama dua tahun sejak 2011. Lalu pada 2015, Rahman membeli tanah yang sekarang menjadi lokasi pembangunan mushala. Baik rumah tinggal maupun kavling yang sedang dibangun itu, keduanya sudah dibayar lunas. "Serah terima tanah kavlingnya Agustus 2018,” tutur Rahman.

Menurut Rahman, pembangunan fisik mushala pun dilakukan pada 29 Oktober 2019. Kemudian, setahun berselang, tepatnya pada 15 Desember 2019, PT Putra Alvita Pratama melayangkan gugatan kepada Rahman. Alasan pengembang lantaran tidak pernah dimintai persetujuan tertulis mengenai desain, gambar konstruksi bangunan, dan pemborong yang melaksanakan pembangunan mushola.

Pengembang, beralasan Rahman melanggar perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Pasal 9 (4) huruf (b). "Menurut kita, boleh atau tidaknya (pembangunan mushala) adalah kewenangan Pemerintah Kabupaten Bekasi, toh prosedur permohonan kita ikuti sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelas Rahman.

Dia menjelaskan, pembangunan mushala juga telah memperoleh persetujuan seluruh warga Muslim RW 10 dan warga non-Muslim di sekitar lokasi. Camat Tambun Selatan, Junaepi, saat memberi jawaban pada prinsipnya juga telah menyetujui.

Demikian pula Kepala Desa Lambangjaya, ketua RW 10, serta seluruh RT RW 10, dan Forum Komunikasi Warga Grand Wisata telah menandatangani persetujuan.

BACA JUGA: Cek Fakta: Beredar Video Menteri Agama Gus Yaqut Diusir di Riau, Benarkah?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement