YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2020 telah membawa dampak bagi semua. Covid-19 tidak memandang latar belakang pejabat negara, tokoh, maupun rakyat jelata. Menyongsong awal tahun baru 2021, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak warga bangsa untuk menatap tahun baru dengan harapan baru.
“Pada awal 2021 ini, kita harus belajar mengambil hikmah dari musibah,” ujar Haedar Nashir, (31/12/2020). Haedar mengingatkan pemerintah untuk semakin serius mencari solusi. “Kita berharap pemerintah dengan seluruh institusi yang ada di dalamnya untuk semakin bersunggung-sungguh mencari solusi dan melakukan kebijakan-kebijakan afirmasi yang lebih progresif dalam bidang kesehatan, sosial, ekonomi.”
Haedar mendukung program vaksinasi yang sedang diupayakan pemerintah. Asalkan ditempuh dengan ketulusan niat, asas profesionalisme, dan keterbukaan dalam setiap prosesnya. “Vaksin harus dengan standar kualitas dan keamanan untuk seluruh warga bangsa. Kita dukung sikap dan langkah presiden untuk melakukan program vaksinasi pada waktunya setelah melalui serangkaian prosedur ilmiah.”
Kepada warga bangsa, Haedar mengajak untuk meningkatkan kedisiplinan dan selalu mengikuti protokol kesehatan, serta saling menjaga. “Kita harus bersimpati dan berempati kepada para tenaga kesehatan yang berjuang di medan laga,” ulas Guru Besar Ilmu Sosiologi ini.
Dalam menghadapi masalah berat ini, kata Haedar, kebersamaan dan persatuan merupakan modal berharga. “Jangan sampai di tengah musibah yang berat, kita retak di tengah jalan. Kebersamaan dan persatuan merupakan faktor yang menjadi modal ruhani bangsa selamanya, sejak dulu menghadapi penjajah, hingga fase demi fase yang dilalui sampai hari ini.”
Sembari itu, Haedar mengingatkan bahwa perbedaan politik jangan sampai menjadi titik picu untuk retak. “Demokrasi, hak asasi manusia, dan artikulasi kepentingan setiap kelompok harus disertai dengan konsolidasi demokrasi,” ungkap Haedar. Jalinan sosial dan etika politik yang kokoh diharapkan semakin memudahkan pemerintah menyelesaikan masalah.
Kebersamaan dan Persatuan
Semangat sila keempat harus menjadi ruh politik Indonesia di 2021 dan seterusnya. “Politik yang dibangun di atas hikmah, kebijaksanaan, dan musyawarah harus menjadi budaya politik kita di semua level pimpinan.” Menurutnya, kita menjadi negara paling demokrasi, tetapi di saat yang sama potensi demokrasi ini meninggalkan bekas keretakan dan politik transaksional yang dijalankan kekuatan oligarki.
“Politik dan kebijakan negara yang serba pragmatis dan meninggalkan nilai-nilai Pancasila yang luhur itu lama-kelamaan akan menjadi kelemahan di tubuh bangsa ini,” imbuh Haedar. Oleh karena itu, di tahun 2021, semua warga bangsa harus menyadari masalah yang sedang dihadapi.
Dalam bidang ekonomi, seluruh kekuatan bangsa harus bekerja keras untuk bangkit. Para ahli ekonomi harus dilibatkan dalam mencari solusi. Kebijakan ekonomi yang bertemali dengan politik dan sosial harus berorientasi untuk menghilangkan kesenjangan sosial-ekonomi. “Jangan sampai yang menikmati kue pembangunan hanya 20 persen saja,” kata Haedar.
Supaya kesenjangan semakin menurun, ungkap Haedar, harus ada kebijakan yang progresif dari negara. “Minoritas yang menguasai mayoritas kekayaan Indonesia harus mau peduli dan berbagi dengan dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai gotong royong.” Kebijakan ekonomi harus berpihak pada rakyat banyak.
Haedar juga berharap ada upaya melakukan konservasi alam. “Jangan sampai tereksploitasi secara rakus. Negara harus hadir untuk menjaga dan melindungi seluruh tumpah darah bangsa Indonesia,” katanya.
Jaga Amanat Rakyat
Para pemangku kebijakan diharapkan untuk menyalahgunakan amanat rakyat. “Kementerian dan lembaga negara harus diabdikan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, bukan untuk kepentingan diri, kroni, dan kelompok sendiri,” kata Haedar. Seluruh pejabat daerah juga harus memiliki komitmen baru agar pengabdian dan pengkhidmatannya sepenuhnya ditujukan untuk kepentingan rakyat.
Haedar mengharapkan kebudayaan menjadi pilar membangun Indonesia. Termasuk kebudayaan yang lahir karena hadirnya media baru di tengah arus globalisasi yang tak terbendung. Di era revolusi industri 4.0, masyarakat Indonesia tidak boleh terbuai dengan budaya rendah yang memproduksi hoaks dan kebencian. “Kita rugi hidup di era 4.0 dan media sosial yang membuana ini jika hanya menjadi maf’ul bih atau objek penderita atau konsumen yang tidak kritis.”
Haedar mengingatkan bahwa kita adalah bangsa yang punya tradisi literasi. “Kita bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bertumpu pada keberagamaan dan nilai-nilai ketuhanan. Jadikan agama sebagai kanopi suci yang membawa kedamaian dan rahmat bagi semua.” Jangan sampai keberagamaan kita membawa pada intoleransi, kegaduhan sosial, dan retak di antara sesama komponen bangsa.
Nilai-nilai luhur agama yang hidup di negeri tercinta diharap menjadi perekat kekuatan nasional, yang membangun dan memperkokoh pilar kemanusiaan yang adil dan beradab, serta menyinari kehidupan kerakyatan. “Umat beragama harus menjadi teladan di negeri tercinta ini,” tukas Haedar Nashir. (ribas)