REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menyebut tingginya intensitas curah hujan serta banyak sampah yang menyumbat saluran menjadi salah satu faktor utama penyebab seringnya terjadi banjir di beberapa titik di wilayah Surabaya bagian barat. Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Rabu, mengatakan dari hasil evaluasi, berdasarkan laporan BMKG Juanda, ada kecenderungan kenaikan elevasi air laut dalam dua hari terakhir, sedangkan puncaknya diprediksi pada 31 Desember 2020 nanti.
"Makanya ini juga akan kita antisipasi. Kita akan rapat khusus bagaimana menangani itu agar tidak sampai ada genangan yang lebih lama," kata Whisnu.
Ia menjelaskan, karena elevasi air laut naik, sehingga beberapa pompa di Balongsari itu harus dimatikan. Ini dilakukan agar air itu tidak meluber ke pemukiman warga di sekitar sehingga proses surutnya genangan yang terjadi di beberapa titik itu menjadi lebih lama. "Karena hanya satu pompa, sehingga genangan surutnya membutuhkan waktu yang lama," katanya.
Menurut dia, wilayah Barat Surabaya ini berbeda dengan Surabaya Timur. Untuk Surabaya Barat, lanut dia, minim lahan untuk resapan air karena langsung berbatasan dengan banyaknya bangunan pabrik. Hal ini berbeda dengan kondisi wilayah Surabaya Timur yang masih ada mangrove dan tambak, sehingga tidak terlalu signifikan walaupun air laut itu naik.
"Nah ini yang perlu kita evaluasi nanti di Surabaya Barat, kalau misalkan memungkinkan perlu kita rancang bikin waduk atau bozem yang lebih besar lagi," katanya.
Selain itu, Whisnu mengatakan saat terjadi banjir di Surabaya barat pada Senin (28/12), petugas Dinas PU dan Bina Marga juga menemukan limbah kasur yang menyumbat saluran box culvert. Hal itu yang kemudian mengakibatkan aliran air saat hujan deras kemarin menjadi tidak lancar, sehingga terjadi genangan.
"Di Sukomanunggal petugas menemukan tiga kasur di box culvert," katanya.