Senin 28 Dec 2020 17:48 WIB

Mengapa Banyak Penyandang Down Syndrome di Ponorogo?

Kandungan yodium di tiga desa yang banyak dihuni warga down syndrome memang minim

Seorang dokter memeriksa kebersihan telinga penyandang Down Syndrome pada puncak peringatan Hari Down Syndrome Dunia 2018 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (21/3).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Seorang dokter memeriksa kebersihan telinga penyandang Down Syndrome pada puncak peringatan Hari Down Syndrome Dunia 2018 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, Kabupaten Ponorogo dipilih sebagai sasaran bantuan ATENSI karena memiliki tiga kawasan perkampungan yang penduduknya merupakan Penyandang Disabilitas Intelektual dengan kriteria Down Syndrome.

Total warga yang menderita Down Syndrome di tiga kawasan tersebut mencapai 445 orang. Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon sebanyak 323 orang sekaligus wilayah paling banyak. Selanjutnya, Desa Karangpatihan Kecamatan Balong sebanyak 69 orang dan Desa Pandak, Kecamatan Balong sebanyak 53 orang.

Keterangan tertulis yang didapatkan Republika.co.id dari Kementerian Sosial (Kemensos) menyebutkan, letak geografis yang berada di lereng pegunungan kapur ini mempengaruhi latar belakang kondisi warga Kabupaten Ponorogo yang menderita down syndrome. Mulai  latar belakang yang bersifat mitos hingga fakta yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Mitos terbentuk ketika salah satu kawasan Sidoharjo, khususnya Dukuh Sidowayah berdekatan dengan hutan lebat. Banyak yang menganggap kampung ini merupakan kampung kutukan, sehingga seluruh warganya mengidap down syndrome.

Faktanya, ketika dikaitkan dengan makanan yang banyak dikonsumsi warga ini, yaitu tiwul. Makanan yang mengandung gaitan dan cooksey sebagai zat goitrogenik inilah yang dianggap menjadi pemicu munculnya kasus down syndrome. Zat ini bisa merusak metabolisme yodium. Akibatnya, warga kawasan itu menderita gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY).

Dampak GAKY tidak hanya pada pembesaran kelenjar gondok, tetapi juga menghambat perkembangan tingkat kecerdasan otak pada janin dan anak. Kondisi geografis Ponorogo yang dikelilingi pegunungan kapur ini juga tidak bisa menyimpan nutrisi.

Beberapa penelitian dilakukan Pemkab Ponorogo dengan pihak ketiga. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan yodium di tiga desa yang banyak dihuni warga down syndrome memang minim. Itu didapat dari sampel tanah dan air di wilayah tersebut.

Pendapat lain dikemukakan bahwa lokasi desa yang terpencil dan terisolasi memicu adanya hubungan pernikahan sedarah. Bagaiamana tidak, dibutuhkan minimal satu hingga dua jam perjalanan dari pusat Kota Ponorogo dengan menggunakan kendaraan roda empat untuk menuju desa-desa ini.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah khususnya Kemensos untuk bisa menjangkau warga dengan berbagai intervensi program, salah satunya ATENSI yang pada Kunjungan Kerja Pertamanya sebagai Menteri Sosial, Risma mampu menembus keterbatasan akses menuju Kecamatan Jambon.

Ketua LKS Rumah Kasih Sayang, Djaenuri berharap dengan kehadiran Menteri Sosial Tri Rismaharini, para warga binaan semakin semangat berkembang, belajar dan berbenah diri agak tidak bergantung kepada orang lain."Kami juga berharap Pemerintah terus memberikan dukungan baik moril maupun materil agar penerima manfaat bisa mendapatkan haknya dan potensi teman-teman tergali," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement