REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Antara
Vaksin Covid-19 menjadi salah satu isu terhangat negeri ini setelah 1,2 juta dosis vaksin Sinovac tiba di Tanah Air. Namun hingga ini belum ada kepastian mengenai banyak hal dari vaksin, mulai dari kapan uji klinis selesai hingga siapa saja yang akan mendapatkan vaksin.
Salah satu sorotan publik adalah vaksin dalam skema gratis yang disebut hanya akan beredar terbatas. Pemerintah menepis anggapan yang beredar bahwa keterbatasan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi alasan di balik program vaksinasi Covid-19 yang tidak sepenuhnya gratis.
Pemerintah memang menargetkan ada 107 juta orang yang divaksinasi sepanjang 2020-2022. Skema vaksinasi dibagi dua, yakni 32 juta orang digratiskan dan 75 juta lainnya mengakses secara mandiri.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menegaskan anggaran bukan hambatan dalam program vaksinasi ke depan. Menurutnya, target utama pemerintah untuk mewujudkan kekebalan komunitas atau herd immunity tetap akan tercapai dengan target vaksinasi yang sudah dirancang.
"Saya perlu tegaskan bahwa pada prinsipnya anggaran tidak akan menjadi hambatan dalam pencapaian herd immunity melalui vaksinasi," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (14/12).
Soal vaksinasi yang tak sepenuhnya gratis ini juga sempat ditanggapi oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Ia menyebutkan, data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sebanyak 78 juta orang dianggap mampu secara ekonomi untuk melakukan vaksinasi mandiri.
Respons Menkes juga didukung oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Ia mewanti-wanti masyarakat agar tidak membenturkan program vaksinasi mandiri dan vaksinasi gratis bantuan pemerintah. Ia menekankan, pemerintah sudah melakukan banyak program untuk menangani Covid-19. Karenanya, pemerintah juga menuntut keterbukaan masyarakat yang punya kemampuan ekonomi untuk ikut membantu pemerintah serta masyarakat lain yang kurang mampu.
Secara keseluruhan, pemerintah mengalokasikan Rp 169,7 triliun untuk anggaran kesehatan tahun depan. Hampir 36 persen di antaranya atau sekitar Rp 60,5 triliun sudah disiapkan untuk pembelian dan pengiriman vaksin maupun program penanganan Covid-19 lainnya di sektor kesehatan.
Secara lebih rinci, sebanyak Rp 18 triliun di antaranya digunakan untuk antisipasi pengadaan vaksin Covid-19. Sementara itu, Rp 3,7 triliun lainnya dimanfaatkan sebagai antisipasi program vaksinasinya sendiri. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan menguji keamanan dan efektivitas vaksin diberikan anggaran Rp 100 miliar.
Dari anggaran Rp 60,5 triliun, pemerintah juga mengalokasikan sekitar dua persen untuk membeli sarana dan prasarana laboratorium, kegiatan penelitian dan pembangunan (litbang) serta pengadaan PCR.
Pemerintah juga sedang mempertimbangkan memperluas sasaran masyarakat yang divaksin. Jumlahnya diperkirakan bisa mencapai 182 juta orang dari target awal 107 juta orang.
Pemberian vaksin diprioritaskan bagi tenaga medis dan tenaga non-medis yang berjuang di garda terdepan menangani Covid-19. Juga ke masyarakat masuk kategori pekerja di ujung tombak pemulihan ekonomi.
Artinya, pemerintah juga tengah mempertimbangkan prioritas pemberian vaksin kepada pedagang pasar, pelayan toko, karyawan hingga pelaku UMKM. Di luar itu, masyarakat kemungkinan akan menerima vaksin dengan biaya tanggungan perusahaan tempatnya bekerja.
Kekebalan kelompok atau herd immunity di masyarakat baru akan tercipta ketika dua pertiga penduduknya sudah divaksin. Artinya, sebanyak 180 juta orang Indonesia harus mendapatkan vaksin demi menciptakan herd immunity.
Vaksin Covid-19 nantinya akan disuntikkan sebanyak dua kali atau dua dosis. Sehingga Indonesia membutuhkan 360 juta dosis. Jika semua penduduk Indonesia divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin untuk 270 juta penduduk Indonesia.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan nantinya vaksin Covid-19 akan diberikan pada masyarakat dengan rentang usia 18 hingga 59 tahun. Hal tersebut sejalan dengan rekomendasi penasihat imunisasi nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Berdasarkan data kajian klinis dan rekomendasi ITAGI, pemberiannya pada usia 18 hingga 59 tahun," katanya.
Meskipun demikian, pemerintah masih menunggu kajian dan data-data yang lebih akurat terkait peruntukan serta penggunaan vaksin buatan perusahaan farmasi Sinovac, China. Termasuk data dan kajian dari epidemiologi serta studi apakah bisa orang di atas usia 59 tahun atau pengidap penyakit penyerta mendapatkan vaksin.
Khusus pemberian vaksin pada anak-anak, Siti mengatakan, hal itu masih perlu kajian mendalam. Sebab, hingga kini belum ada rekomendasi pemberian vaksin pada kelompok usia tersebut. "Kita tidak mungkin memberikan vaksin tanpa ada dasar ilmiah," katanya.
Oleh sebab itu, meskipun anak-anak termasuk pada kelompok rentan dan dalam jumlah besar tetap tidak bisa asal diberikan vaksin sebelum ada kajian ilmiah. Lebih lanjut, Siti mengingatkan, meskipun vaksin sudah tiba di Tanah Air, penerapan protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan pakai sabun tetap wajib dilakukan.
Sebab, 3M merupakan alat pencegahan utama untuk melindungi diri dari penularan Covid-19 dan harus dilakukan secara kolektif. Artinya, ketiga perilaku pencegahan dilaksanakan sekaligus. "Jika vaksin sudah bisa dilaksanakan, 3M tetap harus diterapkan masyarakat," katanya.
Saat ini pemerintah masih menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penggunaan vaksin Sinovac. "Masih menunggu persetujuan EUA dari BPOM dan sertifikasi kehalalan dari MUI," kata dia.
Izin EUA dibutuhkan untuk mengetahui keamanan penggunaan serta kehalalan dari vaksin produksi China tersebut. Ia menerangkan izin EUA dari BPOM sebenarnya bisa berjalan secara paralel dengan sertifikasi halal yang akan dikeluarkan oleh MUI. "Jadi ini sedang dikerjakan oleh BPOM dan MUI," ujar Siti Nadia.
Apabila izin EUA dan sertifikasi halal dari BPOM dan MUI sudah keluar, maka vaksinasi pada masyarakat segera dilakukan. Untuk memperlancar proses vaksinasi, pemerintah telah menyiapkan sebanyak 29 ribu vaksinator (pemberi vaksinasi) yang tersebar di sejumlah layanan kesehatan.
Lebih rinci, vaksinator tersebut akan disebar di 10.400 puskesmas, 2000 rumah sakit dan 49 kantor kesehatan pelabuhan di berbagai wilayah Tanah Air.
Secara umum terdapat beberapa alasan pemilihan vaksin Sinovac yang akan disuntikkan pada masyarakat. Pertama, aman, bermutu dan memiliki efikasi tinggi.
Tidak hanya itu, sebelum memutuskan vaksin yang akan dipakai, pemerintah juga melakukan kajian dan masukan dari para ahli terutama penasehat imunisasi nasional atau ITAGI. "Ini yang kemudian mengkaji berdasarkan literatur dan informasi-informasi yang tentunya saintifik dan Sinovac masuk dalam kriteria tersebut," katanya.