Selasa 15 Dec 2020 05:23 WIB

Empat Provinsi di Jawa Plus Bali Larang Perayaan Tahun Baru

Implementasi pengetatan dapat dimulai pada 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Agus Yulianto
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan
Foto: Ist
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melarang perayaan tahun baru di tempat umum yang akan mengundang kerumunan untuk mengantisipasi kenaikan kasus Covid-19 pascalibur Natal dan Tahun Baru 2020/2021. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

Luhut meminta, implementasi pengetatan tersebut dapat dimulai pada 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021 karena peningkatan kasus secara signifikan yang masih terus terjadi pascalibur dan cuti bersama pada akhir Oktober. “Jumlah angka positif dan angka kematian terus meningkat pasca libur di delapan dan 20 provinsi, setelah sebelumnya trennya menurun,” kata Luhut, dalam pernyataan tertulisnya, Senin (14/12) malam. 

Luhut meminta, kegiatan yang berpotensi mengumpulkan banyak orang seperti hajatan maupun acara keagamaan dibatasi atau dilarang. Dia mengusulkan, agar kegiatan dapat dilakukan secara daring. 

Dikatakannya, TNI dan Polri juga diminta untuk memperkuat operasi perubahan perilaku. “Ini akan didahului dengan apel akbar TNI Polri yang dipimpin oleh presiden sebagai bentuk penguatan komitmen,” ungkap Luhut. 

Luhut menyoroti tren kenaikan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Bali, dan Kalimantan Selatan. Untuk itu, dia meminta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah hingga 75 persen. 

“Saya juga minta untuk meneruskan kebijakan membatasi jam operasional hingga pukul 19.00 dan membatasi jumlah orang berkumpul di tempat makan, mall, dan tempat hiburan,” ungkap Luhut. 

Agar kebijakan tersebut tidak membebani penyewa tempat usaha di mal, kata Luhut, pemilik pusat perbelanjaan melalui Gubernur DKI Jakarta agar memberikan keringanan rental. Begitu juga keringanan biaya layanan kepada para penyewa. 

“Skema keringanan penyewaan dan biaya layanan agar disetujui bersama antar pusat perbelanjaan dan tenant. Contoh di antaranya prorate, bagi hasil, atau skema lainnya,” tutur Luhut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement