Kamis 10 Dec 2020 10:47 WIB

Mantan Komisioner KPK: Pemberantasan Korupsi Belum Maksimal

Febri menilai Presiden Jokowi tak melihat serius korupsi sudah di tingkat kabinet.

Rep: Dian Fath/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Komisioner KPK, Indriyanto Seno Aji.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Komisioner KPK, Indriyanto Seno Aji.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner KPK, Indriyanto Seno Adjimenilai, upaya memberantas korupsi dengan memidanakan para pelaku belum menunjukkan hasil yang diharapkan yakni efek jera. Untuk itu, kata dia, Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati setiap 9 Desember diharapkan menjadi momentum untuk mengubah kebijakan pemberantasan korupsi dengan memprioritaskan pada pemulihan kerugian keuangan negara.

"Pengembalian keuangan negara menjadi prioritas metode pendekatannya dibandingkan polemik pidana efek jera perbuatan pelaku yang koruptif tersebut," kata Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana tersebut, Rabu (9/12).

Indriyanto mengatakan, kebijakan negara dalam penanggulangan korupsi masih menggunakan pendekatan klasik dengan metode tradisional, yakni pendekatan berbasis retributif dengan arah efek jera sebagai tujuan pemidanaan koruptif. Menurutnya, kebijakan ini memiliki kelemahan, yakni tidak adanya hasil maksimum berupa menekan perbuatan korupsi.

"Justru semakin masif dengan segala bentuk model dan karakter korupsi yang multi-diferensiasi," kata Indriyanto.

"Sehingga kebijakan penanggulangan korupsi ini melihat dampak dan manfaatnya bagi masyarakat dibanding nilai probabilitas perbuatan pelaku korupsi tersebut," kata dia menambahkan.

Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menilai,  pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo tidak melihat secara serius bahwa perilaku korupsi sudah sangat dekat pada level paling tinggi di pemerintahan. Dalam hal ini di tingkat kabinet kerja Presiden Joko Widodo.

Febri menilai, Presiden Joko Widodo  tidak langsung melakukan evaluasi dan justru mengeklaim bahwa revisi UU KPK tidak melemahkan. "Ini menunjukkan, sebenarnya pemerintah tidak begitu serius melihat korupsi sudah sangat dekat dalam lingkungan paling tinggi dalam level kabinet selain Presiden, tapi level menteri" kata Febri.

Menurut Febri, sebuah kementerian tidak mungkin melakukan upaya pencegahan korupsi apabila di satu sisi Menterinya sendiri justru diduga terlibat dalam kasus korupsi.

"Di sinilah kita tahu persis bahwa slogan saja tidak cukup untuk mencegah Korupsi, kerja-kerja konkret yang harus ditunjukkan ke masyarakat," ujar Febri.

Menurut Febri, terjeratnya menteri dalam kasus koripsi adalah salah satu fenomena yang perlu menjadi refleksi serius pada upaya pemberantasan korupsi di tahun 2020. "Saya tidak tahu apakah Presiden melihat isu korupsi sudah tidak penting lagi karena sudah menjabat periode kedua," ujar Febri.

"Atau memang isu korupsi bagi sebagian pihak sangat mengganggu sehingga itu harus ditempatkan pada alternatif sekian atau tidak perlu menjadi prioritas lagi. Ini pertanyaan yang kita kira perlu kita diskusikan lebih lanjut," tambah Febri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement