Senin 07 Dec 2020 04:25 WIB

Pengadaan Bansos Saat Darurat yang Rawan 'Diembat'

Penunjukan langsung dalam kondisi darurat rawan disalahgunakan.

Menteri Sosial Juliari P Batubara (kiri) meninggalkan ruang pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos.
Foto:

Pengadaan darurat

Presiden Jokowi pada 13 April 2020 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Dalam kondisi bencana nasional, artinya terdapat situasi yang bersifat darurat yaitu harus segera dilakukan untuk keselamatan perlindungan masyarakat di dalam negeri dan luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda pada masa pandemi Covid-19.

Keppres itu melengkapi Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 2020 pada 20 Maret 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, yaitu memerintahkan percepatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk mendukung percepatan penangangan Covid-19 dengan mempermudah dan memperluas akses pengadaan barang dan jasa.

Maka Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Covid-19 pada 23 Maret 2020 mengenai petunjuk teknis bagaimana menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam pengadaan barang/jasa penanganan darurat untuk penanganan Covid-19.

Dalam surat edaran tersebut dinyatakan Pengguna Anggaran (PA), yaitu menteri/kepala lembaga/kepala daerah atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu pejabat setingkat di bawah menteri/kepala lembaga/kepala daerah berwenang untuk menetapkan kebutuhan barang/jasa untuk penanganan Covid-19. Mereka juga berwenang untuk memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa.

PPK di masing-masing kementerian/lembaga/daerah dapat menunjuk penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai penyedia dalam katalog elektronik dan mengutamakan penyedia dari rantai pasok terpendek untuk menjaga reputasi dan harga terbaik serta meminta pendampingan APIP saat proses pengadaan.

Penunjukan penyedia oleh PPK dapat dilakukan walau harga perkiraan belum dapat ditentukan. PPK pun dapat melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima baik dibayar di muka ataupun setelah seluruh barang diterima seluruhnya.

photo
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Adi Wahyono ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. - (GALIH PRADIPTA/ANTARA )

Pengadaan barang/jasa pada masa darurat juga dapat dilaksanakan dengan swakelola. Untuk memastikan kewajaran harga setelah dilakukan pembayaran, PPK meminta audit oleh aparat pengawas intern pemerintah atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Para pihak yang terlibat dalam pengadaan diwajibkan mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. Sedangkan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan LKPP.

Khususnya pengadaan volume banyak/nilai besar, penyedia membuat disclaimer/klausul dalam kontrak/Surat Pesanan bahwa penyedia bersedia sampaikan bukti kewajaran harga dan siap mengembalikan jika ditemukan kemahalan saat audit.

Rawan diembat

Dengan Surat Edaran LKPP tersebut maka penunjukan langsung dapat dilakukan tidak perlu ada batasan nominal seperti dalam keadaan nondarurat yang tadinya hanya untuk barang yang nilainya kurang dari Rp 200 juta dan jasa yang nilainya kurang dari Rp 100 juta.

Sehingga panitia pengadaan juga tidak mensyaratkan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dan kewajaran harga menjadi tanggung jawab penyedia.

LKPP pun menyadari sejumlah risiko, yaitu pertama, identifikasi kebutuhan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata dan tidak tidak terkait dengan penanganan COVID-19; kedua, nilai total pengadaan lebih besar dari anggaran yang tersedia; ketiga, ketidaksesuaian data penyedia, harga barang, jumlah kebutuhan barang, dan jumlah penerima barang; keempat, penyedia yang ditunjuk tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; kelima, jumlah yang diterima, spesifikasi barang, dan waktu pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan kesepakatan; dan keenam, risiko "moral hazard".

"Moral hazard" sudah jelas timbul dengan penerimaan dugaan suap sebesar Rp 17 miliar kepada Mensos Juliari Peter Batubara.

Padahal Presiden Jokowi mengaku sudah sejak awal memperingatkan para menteri kabinet Indonesia Maju untuk tidak melakukan korupsi.

"Perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Indonesia Maju jangan korupsi, sudah sejak awal," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad.

Presiden mengaku sudah berulang kali mengingatkan pejabat negara untuk berhati-hati menggunakan anggaran.

"Berulang kali saya mengingatkan ke semua para pejabat negara baik itu menteri, gubernur, bupati, wali kota dan semua pejabat untuk hati-hati dalam menggunakan uang dari APBD kabupaten/kota, APBD provinsi dan APBN, itu uang rakyat," ungkap Presiden.

Apalagi kali ini Juliari tersandung perkara terkait bantuan sosial yang sangat diperlukan masyarakat.

"Apalagi ini terkait dengan bantuan sosial, bansos dalam rangka penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat," ungkap Presiden.

 

Mungkin sudah saatnya bukan peringatan lagi yang diberikan Presiden Jokowi kepada para pembantunya, tapi hukuman nyata sekaligus reformasi birokrasi di setiap kementerian yang menguasai hajat hidup orang banyak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement