Sabtu 05 Dec 2020 04:09 WIB

Wakil Ketua MPR: Fanatisme Berlebihan Rusak Kemajemukan

Wakil Ketua MPR mengingatkan fanatisme berlebihan bisa merusak kemajemukan.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid
Foto: istimewa
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid mengingatkan bahwa fanatisme berlebihan bisa merusak kemajemukan. Sebab, fanatisme berlebihan akan melahirkan sikap yang merasa paling benar dan semaunya sendiri.

"Fanatisme yang berujung pada tindakan radikal menjadi fenomena global yang mesti terus-menerus diwaspadai," kata Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul, dalam pernyataannya, di Jakarta, Jumat (5/12) malam.

Baca Juga

Sikap merasa golongannya paling benar, sedangkan yang lain salah, menurut dia, jelas bertentangan dengan sistem demokrasi di Indonesia. "Jelas tindakan tersebut berbahaya bagi Indonesia yang majemuk agama, bahasa, dan suku bangsanya," kata Gus Jazil yang juga anggota Komisi III DPR itu.

Gus Jazil mendorong pemerintah untuk mencegah dan menindak sedini mungkin agar tertutup celah lahirnya pikiran dan sikap radikalisme. Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, pemerintah perlu membuka dialog dengan semua kalangan secara terus-menerus.

"Pemerintah harus menunjukkan sikap keteladanan dengan menghidupkan budaya dialog serta menghindari kebijakan dan tindakan yang dapat mencederai rasa keadilan bagi warganya," ujarnya.

Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu mengungkapkan bahwa fanatik berlebihan sampai menjadi radikal masih tumbuh subur, berarti demokrasi di negara ini belum berjalan dengan baik. Di sisi lain, ia mengatakan demokrasi merupakan alat untuk melahirkan kesejahteraan dan keadilan yang merata.

"Jika tidak bisa menangkal paham tersebut, kita patut introspeksi terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia," kata Gus Jazil.

Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyebut radikalisme adalah ancaman yang memaksakan kebenaran absolut dalam tafsir tunggal yang memaksakan kebenaran dirinya serta yang lain salah.

"Ini harus dilawan dengan keyakinan, yaitu ideologi Pancasila," kata Benny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement