Jumat 04 Dec 2020 07:00 WIB

PPATK Blokir Jaringan Teroris Abu Ahmed dan MIT

2020, Satgas cantumkan pemblokiran jaringan teroris Abu Ahmed dan MIT

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah prajurit TNI AD melakukan penyisiran untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT)
Foto: ANTARA/BASRI MARZUKI
Sejumlah prajurit TNI AD melakukan penyisiran untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan Pemerintah mengoptimalkan kerja Satuan Tugas (Satgas) Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) untuk mengantisipasi transaksi keuangan jaringan terorisme melalui digital. Dian mengatakan, jika teridentifikasi, Satgas mengajukan penetapan pengadilan atas entitas dan individu terduga teroris ke dalam DTTOT.

Selanjutnya, Satgas menyebarkan penetapan DTTOT ke seluruh penyedia jasa keuangan untuk dilakukan pemblokiran seluruh transaksi jaringan tersebut.

"Pada tahun 2020, Satgas DTTOT telah melakukan 2 kali pencantuman DTTOT, yaitu pertama pencantuman 2 entitas dan 6 individu terkait jaringan Abu Ahmed Foundation dan kedua pencantuman 3 entitas dan 13 individu terkait jaringan Mujahidin Indonesia Timur," ujar Dian kepada Republika.co.id, Kamis (3/12).

Dian mengungkap, pembentukan Satgas DTTOT merupakan bagian antisipasi pendanaan terorisme melalui finansial teknologi atau fintech. Satgas yang terdiri dari kementerian/Lembaga, yaitu BNPT, Densus 88 AT Polri, PPATK, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, dan Ditjen Bea dan Cukai merupakan salah satu bentuk kerjasama penanganan tindak pidana pendanaan terorisme dengan berupaya melakukan disrupsi transaksi keuangan jaringan teroris.

Selain itu, untuk mengantisipasi pendanaan terorisme melalui fintech juga, PPATK bekerjasama dengan regulator terus berupaya memperluas jangkauannya untuk memasukan perusahaan fintech sebagai pihak pelapor. Dian mengatakan, erdasarkan hasil analisis PPATK serta proses penyelidikan dan penyidikan Densus 88 antiteror Polri, terdapat indikasi transaksi keuangan yang dilakukan oleh jaringan terorisme yang memanfaatkan layanan payment gateway dan cryptocurrency.

Pemanfaatan ini, kata Dian, dilakukan khususnya pada fase pengumpulan dana, dimana FINTECH memberikan kemudahan bagi para simpatisan untuk menyalurkan dana.

"Saat ini sebagian perusahaan tersebut telah terdaftar sebagai Pihak Pelapor dimana laporan dan data yang dilaporkan kepada PPATK telah dimanfaatkan untuk proses analisis guna mendukung proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pendanaan terorisme," ungkapnya.

Dian melanjutkan, upaya lainnya yang dilakukan PPATK dengan merancang aplikasi Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR). Aplikasi ini dirancang sebagai bentuk upaya meningkatkan efektivitas pertukaran informasi dalam rangka penanganan tindak pidana pendanaan terorisme.

"SIPENDAR akan meningkatkan upaya deteksi dan pelaporan data oleh penyedia jasa keuangan, serta meningkatkan akeselerasi penyampaian dan pemanfaatan data oleh otoritas penegak hukum dan intelijen di Indonesia," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement