Selasa 01 Dec 2020 17:35 WIB

Kemarin Kecewa, Hari Ini Jokowi Optimistis Covid Terkendali

Pemerintah harus memperbaiki angka kematian yang masih tinggi dari rata-rata dunia.

Presiden RI, Joko Widodo
Foto: BPMI
Presiden RI, Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Zainur Mashir Ramadhan

Setelah kemarin sempat menampakkan raut muka kecewa pada rapat terbatas di Istana Merdeka lantaran kondisi Covid-19 di Indonesia yang semakin memburuk, hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan optimismenya bahwa pemerintah masih mampu mengendalikan pandemi. Optimisme Jokowi itu dengan mempertimbangkan sejumlah indikator yang ada.

Baca Juga

“Melihat ini (angka-angka indikator), sebetulnya kita sangat optimis dalam pengendalian Covid ini,” kata Jokowi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (1/12).

Berdasarkan data per 30 November 2020, Jokowi mengatakan tingkat kesembuhan di Indonesia berada di angka 83,6 persen. Angka tersebut jauh lebih baik dari rata-rata angka kesembuhan dunia yang berada di angka 69,03 persen.

Begitu juga dengan jumlah kasus aktif di Indonesia yang saat ini berada di angka 13,25 persen. Angka ini juga tercatat masih lebih baik dari rata-rata kasus aktif dunia yakni sebesar 28,55 persen. Kendati demikian, pemerintah masih memiliki ‘PR’ menekan angka kematian yang masih cukup tinggi.

“Artinya semakin bulan semakin baik. Hanya yang masih belum dan perlu terus kita perbaiki yaitu di angka kematian, itu kita masih di 3,1 persen, angka kematian dunia 2,32 persen,” jelasnya.

Meskipun kondisi Covid-19 di Indonesia masih lebih baik dibandingkan di dunia, Jokowi menegaskan akan memberikan peringatan keras jika kasus Covid-19 kembali melonjak. Sehingga, baik pemerintah maupun masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaannya.

“Tetapi kemarin saya sampaikan, saya memang kalau ada peningkatan sedikit saja pasti saya akan berikan warning secara keras karena kita enggak mau ini keterusan. Jadi saya ingatkan itu karena memang ada kenaikan sedikit, itu yang harus segera diperbaiki,” ujarnya.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyampaikan, pernyataan Presiden Jokowi saat rapat terbatas pada Senin (30/11) kemarin dimaksudkan agar pemerintah, Satgas, dan juga masyarakat semakin meningkatkan kewaspadaannya terhadap penularan Covid-19.

“Presiden memberikan penekanan yang lebih keras lagi tujuannya apa, tujuannya jangan sampai keblabasan,” kata Moeldoko saat konferensi pers di kantornya, Selasa (1/12).

“Untuk itu ditegaskan kembali oleh Presiden kemarin. Karena ada kecenderungan yang biasanya 12 persen menjadi 13,41 persen. Nah ini penting untuk ditekankan kembali agar semuanya dari kita waspada,” tambahnya.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo mengakui kasus virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) meningkat akhir-akhir ini. Presiden Jokowi pun meminta Satgas Penanganan Covid-19 untuk bekerja keras dalam menangani peningkatan penularan virus ini.

Menurut Doni, presiden telah memberikan pengatahan pada pejabat yang hadir di istana. Presiden, dia melanjutkan, mengikuti perkembangan data, hari demi hari, dan sangat mencermati ketika terjadi kenaikan kasus.

"Dan ketika ada kasus yang bertambah, beliau pasti memberikan atensi dan meminta kepada para menteri untuk ikut memberikan dukungan kepada daerah-daerah yang mengalami peningkatan kasus," ujarnya, Selasa (1/12).

Presiden mengakui, memang betul dalam beberapa waktu terakhir ini terjadi kenaikan kasus aktif Covid-19. Pekan lalu, kasus aktif berada pada posisi 12,78 persen, kemudian pekan ini posisinya berada di 13,41 persen. Angka kesembuhan, pekan lalu berada pada posisi 84,03 persen sedangkan pekan ini turun sedikit menjadi 83,44 persen.

"Bapak Presiden meminta kami untuk bekerja keras," ujarnya.

In Picture: Zona Merah, Pengusaha Bandung Utamakan Layanan Take Away

photo
 

Masalah bahasa

Doni mengatakan, rumitnya istilah medis terkait pandemi Covid-19, menjadi kelemahan penerapan protokol kesehatan. Padahal, penjelasan mengenai covid-19 dan protokol kesehatan untuk pencegahannya, ia nilai harus sederhana dan mudah dipahami masyarakat.

"Bahasanya ada asymptomatic, social distancing, dan ini akan sulit bagi masyarakat kita," ujar dia dalam webinar Peluncuran Pedoman Perubahan Perilaku Protokol Kesehatan 3M dalam 77 Bahasa Daerah di Jakarta, Selasa (1/12).

Oleh sebab itu, dengan adanya penerjemahan berbagai istilah pendukung ke dalam 77 bahasa daerah yang ada di Indonesia, ia klaim menjadi hal strategis. Khususnya, untuk mempercepat informasi Covid-19 dan pencegahannya bagi masyarakat.

"Mengingat sebagian besar istilah saat pandemi ini menggunakan bahasa asing," katanya.

Dia melanjutkan, melalui penerjemahan ke dalam 77 bahasa daerah yang ada di Indonesia ini, nilai positif selain menyampaikan pesan utama juga akan bermunculan. Di antaranya, untuk memperlihatkan kebesaran bangsa Indonesia, dan menunjukkan jika indonesia memiliki ribuan pulau serta ratusan suku bangsa dan bahasa.

"Juga memiliki tingkat kebudayaan yang beragam serta tingkat perilaku masyarakat yang tidak sama di setiap daerah," tambah dia.

Di tempat yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, penyampaian pedoman kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini, harus ditingkatkan, salah satunya dengan memanfaatkan bahasa daerah sebagai sarana penyampaian.

"Tantangan komunikasi ini harus cepat diatasi mengingat pentingnya konten bagi kesehatan masyarakat," kata dia.

Dia menegaskan, menerjemahkan bahasa atau penggunaan istilah asing menyoal pandemi ke dalam bahasa daerah, dinilainya bisa menjadi sarana penting untuk mengatasi tantangan komunikasi kesehatan di masyarakat. Khususnya, untuk menginformasikan pedoman perilaku protokol kesehatan 3M di tengah pandemi.

"Sehingga, dengan menerjemahkan (istilah yang awam) ke bahasa daerah, dirasa sangat tepat," ujar dia.

photo
Liburan selama pandemi Covid-19. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement