REPUBLIKA.CO.ID, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merekomendasikan perlunya mengkaji ulang kebijakan ekspor benih lobster atau benur. Tertangkapnya mantan menteri KKP, Edhy Prabowo menjadi momentum pengkajian tersebut.
"Momentum penangkapan Menteri KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) harus menjadi pendorong bagi KKP untuk mengambil langkah selanjutnya dalam menyikapi kebijakan ekspor benur," kata peneliti Kebijakan Kelautan dan Perikanan Pusat Penelitian Politik LIPI, Anta Maulana Nasutio, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (1/12).
Anta menuturkan, KKP dapat memulai langkahnya dengan mengkaji ulang dari awal apakah sebenarnya kebijakan ekspor benur merupakan solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi nelayan.
"Atau jangan-jangan kebijakan ini hanya sekedar memfasilitasi 'para aktor jahat' pemain ekspor benur," ujarnya.
Anta mengatakan, KKP harus bisa berperan bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi juga harus menjadi aktor penengah yang memastikan bahwa kebijakan tersebut memberikan dampak yang seimbang bagi semua aktor. Menurut dia, KKP perlu melakukan analisis aktor-aktor yang berkepentingan sebelum menerapkan kembali kebijakan ekspor benih lobster sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya monopoli.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Rianta Pratiwi mengatakan pangsa pasar lobster tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri, karena potensi lobster yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Sebagai komoditas ekonomi yang penting bagi konsumsi lokal dan ekspor, pemenuhan permintaan pasar yang tinggi mendorong peningkatan upaya penangkapan lobster dari alam.
Rianta mengatakan, potensi benih lobster alam di laut Indonesia sangat besar dan diperkirakan mencapai 20 miliar ekor per tahun. Rianta menuturkan, kualitas lingkungan perairan laut dan aktivitas penangkapan juga ikut memberikan pengaruh terhadap keberadaan stok benih lobster di alam.
"Namun hingga saat ini hampir belum ada informasi yang memadai terkait faktor mana yang paling menentukan keberadaan dan stok benih lobster di alam," ujarnya.
Lobster tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia dan hidup di perairan dangkal hingga kedalaman 100 < 200 meter di bawah permukaan laut dengan kisaran suhu 20-30 derajat Celcius. Saat ini, Indonesia mempunyai tujuh jenis lobster, yaitu lobster pasir (Panulirus homarus), lobster batik (Panulirus longipes), Lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster Pakistan (Panulirus polyphagus), lobster Mutiara (Panulirus ornatus), lobster Bambu (Panulirus versicolor), dan Lobster Batik (Panulirus femoristriga).
Rianta mengatakan lobster mutiara dan lobster pasir menjadi lobster yang paling potensial untuk dikembangkan melalui sistem budidaya perikanan yang ada di Indonesia. Sementara itu, budidaya lobster di Indonesia masih berupa rintisan.
Permasalahan utama budi daya adalah infrastruktur terkait sarana pemeliharaan berupa rakit dan jaring cukup mahal, pakan masih mengandalkan ikan rucah karena belum ada pakan buatan. Selain itu, harga jual lobster di tingkat nelayan relatif murah karena melalui pengepul dan rantai perdagangannya yang panjang. Oleh karena itu jumlah pembudidaya dan sarana yang tersedia hanya sedikit.
"Sebenarnya pengembangan budi daya lobster, sudah dilakukan Indonesia sejak lama, akan tetapi memerlukan waktu pembesaran yang sangat lama, sehingga banyak yang tidak berhasil melakukannya," tutur Rianta.
Di perairan tropis, lobster Panulirus ornatus memiliki fase larva 4-7 bulan, sementara lobster Panulirus longipes membutuhkan waktu sekitar lima bulan dengan ukuran benih bening/benur 5-7 cm. Rianta mengatakan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan budidaya yang juga harus disesuaikan dengan kondisi di alam.
Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah suhu perairan sekitar 25- 26°C; salinitas 30-35 ppt; substrat dasar adalah pasir atau pasir berlumpur tanpa karang dan cangkang tiram, perairan harus bebas dari pengaruh air tawar dan dari aliran lain yang berasal dari kegiatan di darat, pabrik, pertanian dan permukinan; dekat dengan sumber benih dan sumber pakan; serta mudah dijangkau dengan transportasi.
Selain itu, juga harus terlindung dari angin kencang dan ombak besar, tetapi aliran pasang surut di bagian atas dan bawah kolom air masih cukup kuat. Kedalaman air terendah adalah 1,5 m pada saat surut.
Untuk kepentingan domestik
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, menyarankan, kebijakan terkait benih lobster lebih baik diarahkan untuk kepentingan domestik. Ia menyatakan sepakat bahwa ekspor benih lobster seharusnya dihentikan total dan semua benih lobster yang ada dioptimalkan untuk budidaya di dalam negeri.
"Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan sejak awal menghendaki KKP memprioritaskan pemanfaatan benur lobster untuk usaha pembesaran di dalam negeri, bukan diekspor," kata Abdul Halim di Jakarta, Senin.
Menurut dia, dengan mengutamakan benih lobster untuk kepentingan dalam negeri, maka ke depannya mampu memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar dalam jangka panjang. Selain itu, ia menyebutkan bahwa memprioritaskan benih lobster untuk kepentingan domestik bernilai strategis bagi ekonomi bangsa dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tidak ada yang salah terkait regulasi mengenai benih lobster seperti tertuang dalam Peraturan Menteri KP Nomor 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan.
"Jadi, kalau dari permen (peraturan menteri) yang dibuat tidak ada yang salah. Sudah kita cek tadi. Semua itu dinikmati (hasilnya) oleh rakyat mengenai program ini. Tidak ada yang salah," kata Luhut dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (28/11).
Luhut menyebut memang ada mekanisme ekspor yang dinilai keliru, yakni dalam hal pengangkutan benih bening lobster dari Indonesia ke negara tujuan ekspor. Untuk itu, lanjutnya, tim KKP juga sedang melakukan evaluasi sembari menghentikan sementara ekspor benih lobster.
"Pak Sekjen dan tim sedang mengevaluasi, nanti minggu depan dilaporkan ke saya. Kalau memang kita lihat bagus kita teruskan, karena sekali lagi tadi Pak Sekjen menyampaikan ke saya, itu memberikan manfaat ke nelayan di pesisir selatan," papar Luhut.