Kamis 26 Nov 2020 17:16 WIB

Harga yang Harus Dibayar oleh Kekuasaan

Kejamnya kekuasaan. Tapi itu tak terhindari.

Pangeran Charles dan Putri Diana berpose bersama pada hari pengumuman pertunangan mereka, Istana Buckingham, Inggris, 24 Februari 1981.
Foto:

Pangeran Charles mendatangi Margareth. Di taman itu, sambil makan siang, Charles berbagi kisah.

Charles berkata, “Aku pun tak berbahagia. Dengan istriku, Diana, kami lebih sering bertengkar. Itulah sebabnya, aku mulai mencari orang lain.”

Jawab Margareth, “Aku tahu. Selingkuhanmu itu. Semua tahu.”

“Bukan,” ujar Charles. Bukan soal Camila. Aku mencari psikiater. Aku konsultasi dengan ahli. Mungkin ini juga bisa membantumu.”

Charles pun memberikan nama Ahli itu. Drama baru dalam kehidupan Margareth pun dimulai. Awalnya Ia tak berminat. Namun apa salahnya mencoba.

Margareth pun mendatangi psikiater itu. Ia bukan ahli biasa. Ia juga seorang peniliti. Ia wanita yang sudah senior.

***

Tak disangka, sang ahli itu justru mencoba mengeksplor silsilah keluarga Margareth dari garis Ibu. Ia memberi pandangan baru. Depresi mental yang dialami Margareth sangat mungkin karena semacam penyakit keturunan. Heredity.

“Apa?,” ujar Margareth kaget. “Aku mengalami depresi, juga pangeran Charles mengalami depresi, itu karena keturunan?”

Ahli itu menjawab tenang. “Coba kau telusuri keluarga Ibumu. Aku mendengar ada keluarga yang kini dikurung dan hidup selamanya di rumah sakit jiwa.”

“Mereka adalah sepupumu. Anak dari kakak ibumu. Mereka sudah lama hidup di rumah sakit jiwa.”

Margareth kaget luar biasa. Ia pun mengadu kepada Elizabeth, kakaknya, Ratu Inggris. Berdua mereka mencari info dari buku kerajaan.

Ketemu nama itu. Katherine Bowes- Lyon dan Nerissa Bowes- Lyon. (1) Mereka berdua tak pernah mendengar nama ini. Ini sepupu mereka sendiri.

Tapi di buku itu tertulis. Katherine dan Nerissa sudah wafat. Ini informasi resmi.

Ratu Elizabeth berkata, “Tak heran kita tak mendengarnya. Mereka sudah wafat.”

Namun Margareth punya firasat yang beda. Diam diam, dibantu temannya, mantan kekasih yang memilih menjadi pendeta Katolik, mereka datangi rumah sakit jiwa itu.

Margareth menunggu di mobil. Ujar Margareth: “Kau saja yang masuk ke dalam. Cari nama itu. Dirimu pendeta. Tak ada yang curiga.”

Sang pendeta pun dengan otoritas agama bebas di rumah sakit itu. Ia. Ia mengunjungi siapa saja. Berbicara dengan siapa saja dalam rangka ikut menyembuhkan, memberi perhatian

Sang pendeta pun membawa kabar.

Betapa kaget Margareth. Ternyata dua sepupunya yang diberitakan wafat masih hidup. Mereka memang mengalami gangguan mental. Bahkan ada pula sepupu lain yang hidup di Rumah Sakit Jiwa itu.

Ujar pendeta temannya, “sepupumu tahu. Elizabeth itu adalah keluarga mereka.”

Petir meledak di kepala Margareth.

“Mengapa bisa terjadi hal ini? Mengapa sepupunya yang sakit diberitakan mati? Mengapa keluarga sendiri dibuang?”

Margareth terlibat dalam pertengkaran hebat dengan Ibunya. “Kejamnya kau Ibu! Mereka itu keponakanmu. Saat itu kau istri Raja. Mengapa kau buang keluargamu sendiri? Mengapa kau ikut diam? Mengapa mereka diberitakan sudah mati?”

Hubungan ibu anak sempat tegang. Mereka dingin satu sama lain. Hingga suatu hari sang Ibu menjelaskan hal ihwal yang sebenarnya.

Ibu suri pun bercerita. Inilah Realitas kekuasaan.

“Dengar anakku,” ujar Ibu.

“Ayahmu tak meminta menjadi raja. Kakanya mundur sebagai Raja. Tiba tiba Ayahmu menggantikannya.”

“Anak ibu, keturunan Ayahmu, yang akan terus menjadi Raja.

Apa jadinya jika rakyat tahu ada keluarga raja yang sakit jiwa?”

“Kakakmu, dan seluruh keturunan kita akan dianggap bemasalah secara genetik. Kita akan dizalimi. Dianggap secara mental tidak kompeten.”

“Jika itu terjadi, seluruh tatanan kerajaan akan runtuh. Bahwa keponakanmu harus diberitakan mati, tak perlu diketahui mereka sakit jiwa, itu harga yang harus dibayar!”

“Ayahmu Raja. Kakakmu Ratu. Tak boleh ada terganggu oleh isu keluarga kita tak kompeten karena ada “heredity principle.”

Margareth terdiam. Ia semakin terpana. Kejamnya kekuasaan. Tapi itu tak terhindari.

Perang batin terus berkecamuk. Semakin Margareth merokok. Minum. Pesta. Selingkuh.

***

Selesai menonton serial drama kekuasaan itu, saya duduk sendiri di beranda.

Terus saya bertanya. Merenung. Hal yang mungkin tak pernah selesai soal “Harus begitukah kerja kekuasaan?”

Apa pun jawabannya, hukum besi kekuasaan terus bergerak.*

-- November 2020.

CATATAN

(1) Katherine Bowes- Lyon dan Nerissa Bowes- Lyon adalah sepupu Ratu Elizabeth yang dianggap sakit mental. Mereka diberitakan sudah mati padahal masih hidup saat itu di Rumah Sakit Jiwa

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Nerissa_and_Katherine_Bowes-Lyon

Sumber tulisan: https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3423545537741571/?d=n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement