Selasa 24 Nov 2020 14:47 WIB

MK Gelar Sidang Uji Materi Gugatan KSPI

Agenda sidang kali ini masih berupa pemeriksaan pendahuluan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Massa aksi menuntut agar Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani RUU Cipta Kerja serta mendesak Presiden untuk mengeluarkan PERPPU.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Massa aksi menuntut agar Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani RUU Cipta Kerja serta mendesak Presiden untuk mengeluarkan PERPPU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Agenda sidang kali ini masih berupa pemeriksaan pendahuluan dan akan kembali sidang dua pekan mendatang.

Sidang perkara bernomor 101/PUU-XVIII/2020 itu dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Kuasa hukum para pemohon, Andi Muhammad Asrun, membacakan permohonan yang mereka ajukan tersebut di hadapan majelis hakim konstitusi secara virtual.

"Para pemohon mengajukan permohonan uji materiil terhadap pasal 81, 82, 83 UU Cipta Kerja," ungkap Andi dalam persidangan virtual pada Selasa (24/11) siang.

Dia menjelaskan, ada sejumlah pasal dalam UU Dasar (UUD) 1945 yang dijadikan pijakan pengujian konstitusionalitas UU Cipta Kerja itu, yakni pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7). Kemudian pasal 27 ayat (2), pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28e ayat (3) dan pasal 28i.

Menurut penjelasannya, ada sejumlah hal yang diatur di dalam ketiga pasal yang diujimaterikan di MK itu, yakni soal lembaga pelatihan kerja, pelaksana penempatan tenaga kerja, tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, pekerjaan alih daya atau outsourcing, dan tentang waktu kerja.

Kemudian ada pula aturan yang mengatur tentang cuti, upah dan upah minimum, pemutusan hubungan kerja, uang pesangon, uang penggantian hak dan uang penghargaan masa kerja, penghapusan sanksi pidana, serta jaminan sosial.

Menurut Andi, para pemohon telah mengalami kerugian konstitusional dalam perubahan aturan yang ada pada UU Cipta Kerja. UU berbentuk omnibus law itu juga dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum serta menghilangkan, mengurangi, dan atau menghalang-halangi hak para pemohon.

"Sampai kepada petitum, tapi tidak semua petitum kami bacakan karena demikian banyak. Pertama, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata dia.

Andi tidak membacakan semua petitum dan hakim mepersilakannya. Berdasarkan apa yang dia sebutkan, petitumnya mencapai 92 poin sebelum akhirnya giliran majelis hakim konstitusi yang memberikan nasihat kepada para pemohon sebagaimana ketentuan beracara di MK.

Sebelumnya, KSPI mengajukan gugatan uji materi terhadap UU Ciptaker ke MK pada Selasa (3/11) lalu. "Pendaftaran gugatan judicial review UU Nomor 11/2020 tentang Ciptaker sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara," ujar Presiden KSPI, Said Iqbal, lewat pesan singkat, Selasa (3/11).

Pengajuan uji materi UU Ciptaker itu teregistrasi di laman resmi MK dengan nomor tanda teroma 2045/PAN.MK/XI/2020 dengan pokok perkara pengujian materiil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker terhadap UU Dasar 1945. Pemohon dalam gugatan ini ialah Said Iqbal dan Ramidi selaku sekretaris jenderal KSPI.

Said juga menyatakan, KSPI tidak hanya mengajukan uji materi ke MK, tapi juga melakukan strategi konstitusional lainnya. Menurut Said, pihaknya akan melanjutkan aksi dengan prinsip antikekerasan, legislative review, dan kampanye ke masyarakat tentang pasal UU Ciptaker yang merugikan buruh dan rakyat.

“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” kata Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement