Sabtu 21 Nov 2020 10:37 WIB

DPR: Segera Buat Protap Pembukaan Kembali Belajar Tatap Muka

Sekolah diimbau hanya boleh menggunakan 50 persen dari tiap kapasitas ruang kelas.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Hiru Muhammad
Petugas membersihkan wastafel di SDN 03 Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/11). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di seluruh zona risiko virus Corona mulai Januari 2021. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas membersihkan wastafel di SDN 03 Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/11). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di seluruh zona risiko virus Corona mulai Januari 2021. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengizinkan pemerintah daerah untuk menggelar pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021 mendatang. Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi meminta agar pemerintah segera membuat prosedur tetap (protap) untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.

"Misalnya hanya sekolah yang sudah melaksanakan protokol kesehatan, berarti memiliki alat peralatan infrastruktur untuk menjaga protokol kesehatan," kata Dede Jumat (20/11) malam.

Dede mengatakan protap tersebut nantinya diharapkan juga mengatur jumlah kapasitas kelas yang akan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar dengan tatap muka. Komisi X juga mengimbau agar sekolah hanya boleh menggunakan 50 persen dari tiap kapasitas ruang kelas. 

"Lalu kemudian yang kita minta juga mejanya itu ya harus ada pembatas misalnya ada plastik, sederhana saja, antar temennya, dan itu bisa dilakukan dan banyak yang sudah melakukan," ujar politikus Partai Demokrat itu.

Selain itu kegiatan tatap muka di sekolah juga perlu diatur. Ia mencontohkan agar dilakukan pergantian kelompok belajar tiap empat jam sekali. "Empat  jam juga diseling dengan keluar di udara terbuka terkena matahari, tidak ada boleh ada kantin yang dibuka sehingga tidak terjadi kumpul-kumpul sehingga anak juga bisa membawa makanan minuman dari rumah. Banyak lah catatan yang kita berikan ke kementerian," tuturnya.

Ia menilai adanya aturan baku tersebut dibutuhkan agar tiap daerah tidak menerjemahkan kebijakan tersebut berbeda-beda. Selain itu perlu juga dijelaskan terkait bagaimana fungsi pengawasan kebijakan tersebut."Disinilah perannya komite sekolah, perannya dinas pendidikan, dilakukan secara berkala. Jika dalam pengawasan berkala sebutlah ditemukan klaster baru ya kita tutup (kegiatan tatap muka)," katanya.

Dede mengatakan masih ada waktu dua bulan bagi pemerintah untuk menyusun protap tersebut. Kepada Dede, Mendikbud mengaku tengah mengkaji hal tersebut dengan meminta masukan kepada pakar pendidikan terkait protap seperti apa yang harus dibuat. "Kedua kita akan meminta masukan kepala daerah, karena jenjang pendidikan ini domainnya beda-beda ya, SD, SMP berada di bupati. SMA/SMK berada di gubernur, Perguruan Tinggi berada di kementerian. Artinya, kita harus ada kesepakatan nih satu irama, satu suara," katanya.

Sementara itu terkait sanksi menurutnya hal tersebut bukan ranah DPR untuk menentukan sanksi bagi sekolah yang lalai menerapkan protokol kesehatan. ia menyerahkan sepenuhnya kepada. "Sanksinya silakan pemerintah buatlah, apapun sanksinya itu mari kita tetapkan bersama-sama," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement