Jumat 20 Nov 2020 13:44 WIB

Ekonom UI Optimistis Ekonomi Indonesia Pulih pada 2021

Alasannya Indonesia berada di jalur tepat menangani resesi akibat pandemi Covid-19.

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 mencapai 7 persen. Foto: Ilustrasi rupiah.
Foto: Republika/Prayogi
Ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 mencapai 7 persen. Foto: Ilustrasi rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi optimistis outlook perekonomian Indonesia pada 2021 akan bergerak positif dan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen. Alasannya menurut dia, saat ini Indonesia berada pada jalur yang tepat dalam menangani resesi dampak wabah Covid-19.

Terlebih, kata Fithra, saat ini beberapa negara sudah mengalami pemulihan perekonomian setelah beberapa bulan terdampak covid-19. Salah satunya Jepang yang pertumbuhan ekonominya saat ini sudah positif.

“Turning point (di beberapa negara) itu terjadi karena, jika dibandingkan resesi 2008 yang ekonominya sudah overheating, sekarang, ekonominya bukan overheating. Tetapi itu ditunjang oleh external shock,” kata Fithra dalam sebuah seminar daring, Rabu (18/11), bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampak Resesi terhadap Perekonomian saat Ini dan Proyeksi Perekonomian 2021.

Dalam seminar daring yang digelar Prodi Ekonomi Pembangunan FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Fithra melanjutkan, tekanan eksternal (external shock) yang berupa Pandemi Covid-19 ini jika tidak ditangani dengan baik akan berujung pada krisis struktural dan bahkan bisa lebih buruk dari tahun 2008.

Untuk itu, kebijakan pemerintah yang tepat dalam merespons resesi akibat wabah ini menjadi faktor penting dalam kebangkitan dari resesi. Kata Fithra, Indonesia sudah berada di jalur yang benar dalam proses pemulihan ekonomi.

“Ini adalah homogenous shock, tekanannya homogen. Semua negara terkena tekanan yang sama. Tapi yang bisa membedakan adalah heterogeneous domestic policy. Pemulihan resesi ini sangat ditentukan oleh apa yang kita lakukan di dalam negeri. Kita berada di jalur yang benar,” ungkap Advisor Kementerian Perdagangan itu.  

Lanjut Fithra, kondisi resesi yang disebakan oleh tekanan eksternal niscaya kembali pada titik kelembamannya dan lalu bangkit ke tingkat equilibrium, ke angka rata-rata pertumbuhan ekonomi. Itu yang membuat beberapa pihak optimistis outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021.

“IMF forcast (penerawangan)-nya 6 persen untuk Indonesia. Juga, Fitch penerawangannya 6,6 persen pada 2021. Ini yang saya tangkap baseline kita di tahun 2021 itu 7,5 persen. Moderatnya 4,3 persen dan paling rendah 3,4 persen ,” kata Direktur Next Policy itu.

Melihat itu, Fithra optimistis target pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 2021 pada presentase 4,5-5 persen akan tercapai. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 minus 3,49 persen.

Optimisme itu semakin kuat jika melihat perekonomian kita saat ini sudah beradaptasi denga kondisi pandemi. “Perekonomian kita sudah lumayan solid dan adaptif terhadap covid,” kata Fithra.  

Optimisme itu juga dapat didukung dengan upaya pemerintah meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru yang luas, dengan mempermudah dan menyederhanakan birokrasi dan regulasi perizinan usaha, melalui UU Cipta Kerja. Meski demikian, kata Fithra, optimisme pada outlook perekonomian 2021 harus mensyaratkan laju angka Covid-19 melandai. Syarat itu disadari oleh Presiden Jokowi.

“Beberapa bulan lalu beliau mengatakan bahwa kita tidak akan bisa merestart ekonomi tanpa memperbaiki variable kesehatan,” kata Fithra mengutip Jokowi.

Narasumber lain, Akademisi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Rudi Kurniawan, mengatakan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong perekonomian agar kembali ke potensinya dengan kebijakan stimulus fiskal dan moneter. Yang tak kalah penting, kata Rudi, adalah kebijakan untuk mengatasi persoalan pengangguran agar kembali dan siap ke pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran permanen.

“Dengan UU Cipta Kerja, mereka yang di-PHK mendapatkan pelatihan-pelatihan supaya terasah dan tune in untuk kembali ke pasar kerja,” kata peneliti Center for Economics and Development (CEDS) UNPAD ini.

Persoalan pengangguran yang harus diatasi pemerintah bukan saja pekerja yang terdampak wabah yang jumlahnya sekitar 3 jutaan jiwa, tapi juga, menurut Rudi, angkatan kerja baru yang setiap tahunnya bertambah hingga 2 jutaan. Untuk itu, kemudahan perizinan berusaha dan dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) dan koperasi dalam UU Cipta Kerja, dinilai Rudi, tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja untuk menyerap para pengangguran karena dampak pandemi. Namun menyerap angkatan kerja baru dan menstimulus masyarakat untuk berwirausaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement