REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tak dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. Sebab, banyaknya penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
“Kita jangan terlalu banyak membahas tentang hal-hal yang sensitif yang dulu menimbulkan sedikit keributan di media dan masyarakat tentang hal ini (RUU HIP),” ujar anggota Baleg Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Wahid dalam rapat Panja penyusunan program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, Selasa (17/11).
Anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainudin Maliki juga meminta agar membatalkan RUU HIP. Ia juga menyinggung pernyataan pimpinan DPR yang berjanji akan membatalkan pembahasan RUU tersebut.
“Seingat saya pimpinan DPR dulu menjanjikan kepada masyarakat untuk bukan hanya menunda, tapi membatalkan ini dari draf prolegnas,” ujar Zainudin.
Sementara itu, anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan, DPR telah menerima surat presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari Presiden Joko Widodo. Namun, ia belum mengetahui isi dari surat tersebut.
“Konon katanya kemarin sudah ada surat dari presiden kepada DPR, tapi isinya kita semua belum membaca, mengetahui,” ujar Firman.
Fraksi Golkar sendiri meminta agar pembahasan RUU HIP untuk ditunda. Sebab beberapa bulan lalu, RUU ini menuai kontroversi dari masyarakat yang menilai bahwa regulasi itu merupakan cara untuk mengubah ideologi Pancasila.
“Dengan situasi politik seperti sekarang ini rasanya jika kita paksakan tidak menguntungkan. Oleh karena itu sikap Partai Golkar ini mohon betul-betul bisa dipertimbangkan,” ujar Firman.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menerima konsep Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dari pemerintah. Setelah pertemuan dengan Menteri Koordinator, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, ia mengatakan bahwa RUU tersebut berbeda dengan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Namun, anggota Baleg Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) Anis Byarwati mengatakan RUU HIP dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) adalah dua produk hukum yang berbeda. Baik dari sisi substansi maupun sisi statusnya. “Pemerintah dan DPR tidak bisa menukar kedua RUU tersebut begitu saja,” ujar Anis.
Ia menjelaskan, pengusulan RUU harus melalui mekanisme yang sesuai. Pasalnya, hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Tidak bisa langsung mengusulkan draf RUU baru sebagai pengganti RUU inisiatif DPR. DPR dan Pemerintah harus menghormati ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Anis.