REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria, Fergi Nadira, Puti Almas,
Data awal dari perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS) Moderna yang dirilis Senin (16/11), menunjukkan bahwa vaksin baru untuk melindungi diri dari Covid-19 hampir 94,5 persen efektif. Hasil ini membuat AS terdepan dalam penciptaan vaksin Covid-19 setelah hasil serupa pekan lalu juga didapat oleh perusahaan farmasi AS lain, Pfizer.
"Ini jelas merupakan hasil yang sangat menggembirakan, sebaik yang didapatkan, 94,5 persen benar-benar luar biasa," kata pakar penyakit menular AS Dr. Anthony Fauci, seperti dikutip CNN, Senin (16/11).
Moderna mendapatkan hasil uji coba pada Ahad (15/11) sore bersama anggota Dewan Pemantauan dan Keamanan. Sebuah kelompok independen yang menganalisis uji coba vaksin perusahaan tersebut.
"Ini salah satu momen terhebat dalam hidup dan karier saya, jelas dapat mengembangkan vaksin ini sangat luar biasa dan melihat kemampuan mencegah penyakit asimptomatik dengan efisiensi yang tinggi," kata Chief Medical Officer Moderna, Dr. Tal Zacks.
Uji coba Moderna melibatkan 30 ribu orang di AS. Setengah dari 30 ribu, diberi dua dosis vaksin, dengan jarak empat pekan. Sisanya mendapat suntikan tiruan (plasebo). Moderna mengatakan, vaksin tersebut melindungi 94,5 persen orang.
"Efektivitas (vaksin) keseluruhannya luar biasa," kata Tal Zaks, menambahkan.
Moderna juga mengatakan, vaksinnya tidak memiliki efek samping yang serius. Sebagian kecil yang menerimanya mengalami gejala seperti badan pegal dan sakit kepala. Moderna berencana untuk mendaftar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk otorisasi vaksinnya segera setelah mengumpulkan lebih banyak data keamanan akhir bulan ini.
Fauci melanjutkan, proses vaksinasi dapat dimulai pada pekan kedua bulan Desember. Vaksinasi diperkirakan awalnya akan diberikan pada kelompok beresiko tinggi dan baru dapat tersedia bagi seluruh populasi pada musim semi tahun depan.
Angka efektivitas vaksin yang mencapai hampir 95 persen ini menambah keyakinan yang semakin besar bahwa vaksin dapat membantu mengakhiri pandemi Covid-19. Diketahui, Moderna dan Pfizer saat ini telah berada pada tahap uji klinis fase tiga dengan menggunakan pendekatan yang sangat inovatif dan eksperimental untuk merancang vaksin.
Pekan lalu, Pfizer, telah lebih dulu menyatakan bahwa vaksin yang tengah mereka produksi efektif dapat mencegah lebih dari 90 persen orang terkena Covid-19. Bersama BioNTech, Pfizer telah melakukan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara dan tidak menemukan masalah keamanan.
Berdasarkan laporan Pfizer, uji klinis di AS, Jerman, Brasil, Argentina, Afrika Selatan, dan Turki menunjukkan 90 persen efektivitas diketahui setelah tujuh hari setelah dosis kedua disuntikkan kepada relawan. Namun, data yang didapat belum menjadi analisis akhir karena hanya didasarkan pada 94 sukarelawan pertama.
"Ini adalah langkah yang signifikan lebih dekat untuk menyediakan orang-orang di seluruh dunia dengan terobosan yang sangat dibutuhkan untuk membantu mengakhiri krisis kesehatan global ini," ujar COO Pfizer, Albert Bourla.
Sementara, Ugur Sahin, salah satu pendiri BioNTech, menggambarkan hasil ini sebagai tonggak sejarah. Dalam pernyataan bersama, Pfizer dan BioNTech menyatakan, akan memiliki data keamanan yang cukup pada minggu ketiga November untuk membawa vaksin mereka ke regulator.
Teknik mRNA
Vaksin produksi Pfizer dan Moderna memiliki hasil uji klinis yang relatif sama karena mereka menggunakan teknik yang sama yakni dengan mengaktivasi sistem imun tubuh. Vaksin mengirim messenger RNA (Ribonucleic acid) atau mRNA yang adalah resep gen yang kemudian menempel di dinding virus corona.
Sekali vaksin itu disuntikkan, sistem imun tubuh akan membentuk antibodi terhadap mRNA tersebut. Jika seseorang yang disuntikkan vaksin kemudian terpapar virus corona antibodi tersebut harus bertahan dan siap menyerang corona. Vaksin yang ada di pasaran saat ini tidak ada yang menggunakan teknik mRNA.
"Selalu ada skeptimisme atas mRNA, itu adalah teknik baru dan apakah akan berhasil?" kata Fauci. Namun, "Yang kita lihat dari ujik klinik (Pfizer dan Moderna) tidak ada kekhawatiran terkait keselamatan yang berarti dan efektivitasnya cukup mengesankan," kata Fauci menambahkan.
Penelitian terhadap mRNA telah dimulai beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19. Agensi tempat Fauci bekerja, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular pun berkolaborasi dengan Moderna dalam pengembangan vaksin.
Saat vaksin Pfizer dan Moderna memiliki tingkat keamanan dan efektivitas yang sama, vaksin Moderna memiliki keuntungan dalam hal kepraktisan.
Vaksin Pfizer harus disimpan dalam suhu minus 75 derajat Celsius. Saat ini, tidak ada vaksin di AS yang harus disimpan dalam kondisi seperti itu dan tidak ada klinik atau apotek yang memiliki lemari es dengan tingkat derajat Celcius serendah itu.
Sementara, vaksin Moderna bisa disimpan dalam suhu 20 derajat Celsius. Ini artinya, vaksin Moderna bisa disimpan disimpan dalam lemarin pendingin kebanyakan yang dimiliki klinik dan apotek.
Keuntungan lain dari vaksin Moderna adalah bisa disimpan selama 30 hari dalam lemari es. Adapun, vaksin Pfizer hanya bisa bertahan lima hari di lemari pendingin.
Respons WHO
Tak lama setelah rilis dari Moderna, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar konferensi pers. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, bahwa vaksin belum dengan sendirinya menghentikan pandemi Covid-19. Diketahui, hingga kini, Covid-19 di dunia melonjak dan melewati angka 54 juta orang dan merenggut lebih dari 1,3 juta jiwa.
"Vaksin akan melengkapi alat lain yang kami miliki, bukan menggantikannya," ujar Tedros dilansir Channel News Asia, Senin (16/11).
"Vaksin sendiri tidak akan mengakhiri pandemi," ujarnya menambahkan.
Angka WHO pada Sabtu (14/11) saja menunjukkan ada penambahan 660.905 kasus baru Covid-19 dilaporkan seluruh dunia. Angka itu, dan 645.410 yang terdaftar pada Jumat (13/11), melampaui rekor tertinggi harian sebelumnya di 614.013 yang tercatat pada 7 November.
Tedros mengatakan, bahwa pasokan vaksin pada awalnya nanti akan dibatasi. Petugas kesehatan, orang tua dan populasi berisiko lainnya diprioritaskan untuk mendapatkan suntikan.
Dengan begitu, diharapkan akan mengurangi jumlah kematian dan memungkinkan sistem kesehatan untuk mengatasinya. Namun dia memperingatkan bahwa hal itu pun masih akan meninggalkan virus dengan banyak ruang untuk bergerak.
"Pengawasan perlu dilanjutkan, orang-orang masih perlu diuji, diisolasi dan dirawat, kontak masih perlu dilacak dan individu akan tetap perlu dirawat," ujarnya.
Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China pada Desember 2019. Sejak saat itu, wabah terus menyebar ke banyak negara di dunia dan dinyakan sebagai pandemi oleh WHO pada Maret lalu.
Berdasarkan data Worldometers, hingga Senin (16/11) tercatat ada 54.939.600 kasus Covid-19 di seluruh dunia, dengan jumlah kematian mencapai 1.326.305. Sementara, total pasien yang sembuh dari penyakit infeksi virus ini adalah 38.218.430 orang.