REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan jika rencana libur panjang (long weekend), termasuk akhir tahun 2020 nanti tetap dijalankan. Sebab, libur panjang terbukti menambah infeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).
Wakil Ketua Umum IDI Moh Adib Khumaidi mengatakan, rencana libur panjang menjadi pertanyaan pihaknya sebagai tenaga medis. "Apa memang harus ada libur panjang? Karena long weekend membuat terjadinya fluktuasi kasus," katanya saat berbicara di konferensi virtual BNPB bertema Kesiapan Penanganan Pasien di RSDC, Senin (16/11).
Menurutnya, sudah banyak contoh kasus-kasus usai libur panjang yang mengakibatkan fluktuasi kasus yang seharusnya bisa jadi pembelajaran. Contohnya, usai long weekend Mei lalu yang meningkatkan fluktuasi kasus Covid-19 sampai 20 persen, kemudian long weekend Agustus juga meningkatkan infeksi virus lebih dari 10 persen dan test rate meningkat lebih dari 20 persen.
Bahkan, dia menambahkan, lonjakan kasus dua hari berturut-turut kemarin artinya ada kemungkinan akibat dampak mobilitas masyarakat usai libur panjang 28 Oktober hingga 1 Nobember 2020 sehingga meningkatkan fluktuasi angka positif di masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya sebagai tenaga medis mempertanyakan jika rencana libur akhir tahun besok masih dijalankan.
Menurutnya jika ada yang beralasan perlu beristirahat, ia menganalisa sebenarnua pandemi Covid-19 ini telah membuat orang-orang bekerja dari rumah (WFH) dan tidak bekerja di kantor.
"Jadi apakah harus ada long weekend?namun kalau memang harus ada long weekend, maka harus ada yang diatur, mulai dari transportasi, aturan yang tegas tempa wisata dimana mereka berkumpul, hingga aturan di hotel," ujarnya.
Kemudian, dia melanjutkan, semua pihak harus melaksanakan regulasi tersebut. Sebab, pihaknya berkaca pada pengalaman sebelumnya bahwa aturan mengenai protokol kesehatan 3M belum banyak dilaksanakan, bahkan ada yang tidak memakai masker wajah.
Pihaknya juga mencatat ada anak kecil yang ikut orang tuanya ketika jalan-jalan tapi tidak pakai masker, Kemudian belum ada restriksi tempat berkerumun bahwa anak kecil tidak boleh ikut bergabung. Menurutnya, masalah protokol kesehatan ini harus menjadi satu aturan tegas sehingga kalau memang ada liburan panjang, sudah dibuat regulasinya.
"Perubahan perilaku itu benar-benar harus dilakukan. Kalau perubahan perilaku bisa butuh 10 tahun, tetapi dengan kondisi saat ini harus ada pemaksaan, regulasi, punishment, dan denda," katanya. Pemerintah pusat dan daerah harus melaksanakan aturan di tempat berpotensi terjadinya kerumunan.