Senin 16 Nov 2020 15:17 WIB

Selamat Datang Blok Perdagangan Bebas Terbesar di Dunia

Blok perdagangan bebas terbesar di dunia terbentuk, siapa paling diuntungkan?

Gambar yang diambil dari telekonferensi yang ditayangkan Kantor Berita Vietnam (VNA) menunjukan pemimpin dan menteri perdagangan dari 15 negara berpose usai menandatangani pakta kerja sama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Ahad (15/11). Sepuluh negara ASEAN ditambah lima negara Asia lain seperti China dan Jepang sepakat untuk membentuk blok perdagangan terbesar di dunia. Kesepakatan ini diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi akibat guncangan pandemi.
Foto: VNA via AP
Gambar yang diambil dari telekonferensi yang ditayangkan Kantor Berita Vietnam (VNA) menunjukan pemimpin dan menteri perdagangan dari 15 negara berpose usai menandatangani pakta kerja sama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Ahad (15/11). Sepuluh negara ASEAN ditambah lima negara Asia lain seperti China dan Jepang sepakat untuk membentuk blok perdagangan terbesar di dunia. Kesepakatan ini diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi akibat guncangan pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdagangan bebas dipercaya efektif dalam menggairahkan ekonomi regional dan global. Hal ini dirasakan sejumlah pemimpin negara di Asia dengan motor penggerak China dan ASEAN.

Setelah delapan tahun proses negosiasi yang intens, China dan 14 negara lainnya sepakat mendirikan blok perdagangan bebas terbesar di dunia pada hari terakhir KTT virtual Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Hanoi, Vietnam.

Baca Juga

Dijuluki perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) ini akan mencatat 24,8 miliar dolar AS atau hampir sepertiga dari produk domestik bruto global berdasarkan data 2018 dari Bank Dunia.

“Tidak diragukan lagi, ini merupakan tonggak penting dalam integrasi dan revitalisasi ekonomi Asia,” kata Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia Azmin Ali dalam sebuah pernyataan.

RCEP resmi diteken oleh 15 negara Asia Pasifik dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-4 RCEP, Ahad (15/11). Ratifikasi ini menjadikan RCEP sebagai kesepakatan perdagangan bebas terbesar di dunia, menggeser posisi Kemitraan Trans Pasifik (TPP) yang sudah ditinggalkan Amerika Serikat (AS) pada 2017 lalu.

Kelima belas negara mitra RCEP tersebut mewakili 29,6 persen populasi dunia, 30,2 persen nilai produk domestik bruto (PDB) dunia, 27,4 persen nilai perdagangan dunia, dan 29,8 persen nilai investasi asing langsung (FDI) dunia. 

Angka-angka tersebut menunjukkan betapa besar potensi ekonomi yang dihasilkan dari ratifikasi RCEP. Kesepakatan ini juga diharapkan bisa menghapus berbagai tarif impor dalam kurun waktu ke depan. 

"RCEP memungkinkan 15 anggota untuk meningkatkan supply chain, perdagangan dan investasi serta memberikan jalan untuk berbagi informasi," kata Azmin Ali.

Analis berharap kesepakatan itu akan mempercepat pemulihan dari guncangan pandemi di Asia.

“Kesimpulan dari negosiasi RCEP, perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, akan mengirimkan pesan yang kuat yang menegaskan peran utama ASEAN dalam mendukung sistem perdagangan multilateral, menciptakan struktur perdagangan baru di kawasan, memungkinkan fasilitasi perdagangan yang berkelanjutan, merevitalisasi rantai pasokan terganggu oleh COVID-19 dan membantu pemulihan pasca-pandemi,” kata Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc.

Kesepakatan itu akan memberikan tarif rendah antarnegara anggota. Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengatakan kesepakatan perdagangan bebas ini akan bertindak sebagai kendaraan utama meningkatkan integrasi ekonomi regional ASEAN dan mitranya.

“(Akibat) tantangan pandemi virus corona, ditambah dengan sistem perdagangan global akibat ketegangan kawasan, ASEAN wajib untuk terus mempertahankan daya saingnya di kawasan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Ahad usai penandatanganan kesepakatan. .

Selain dari 10 anggota ASEAN, perdagangan ini memasukkan China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, tetapi tidak termasuk AS. Para pejabat mengatakan kesepakatan itu membiarkan pintu terbuka bagi India, yang keluar karena oposisi domestik yang sengit terhadap persyaratan pembukaan pasarnya, untuk bergabung kembali dengan blok itu.

“Tarif yang lebih rendah ditambah dengan pangsa pasar yang besar akan menjadi keuntungan besar bagi anggota RCEP untuk menjadi bagian dari rantai pasokan yang penting, terutama pasca-pandemi,” kata Azmi Hassan, seorang profesor Geostrategy di Universitas Teknologi Malaysia.

Dia mengatakan kepada Arab News bahwa RCEP juga diharapkan memberikan "jalan besar" bagi China untuk membentuk kawasan Asia Pasifik "menurut pandangannya."

“Kawasan ini dianggap sebagai katalisator geopolitik dunia dan dengan China sebagai pengemudi melalui RCEP, tidak hanya masalah ekonomi yang ikut bermain, tetapi juga geopolitik dan ini menempatkan China untuk memimpin dibandingkan dengan AS,” tambah Azmi.

Dia mengatakan peluang bagi China "luas" karena akan dapat "membentuk struktur ekonomi global masa depan" dengan mempromosikan multilateralisme dan anti-proteksionisme.

Yang lain percaya bahwa RCEP lebih “inklusif” dan tidak “menimbulkan kecenderungan proteksionis” dari negara non-anggota, terutama AS.

“Kesepakatan tersebut merupakan penegasan akan pentingnya menurunkan hambatan perdagangan. Ini berarti memakmurkan satu sama lain melalui pertukaran barang dan jasa yang saling menguntungkan, ”kata Prof Yeah Kim Leng, dari Sunway University dan direktur Program Studi Ekonomi, kepada Arab News.

Yeah mengatakan pakta regional akan mendorong pertumbuhan dan efisiensi ekonomi melalui peningkatan arus perdagangan dan investasi.

“Meskipun keuntungan mungkin tidak didistribusikan secara merata di antara negara-negara anggota, hasil ekonomi bersih secara keseluruhan dan keuntungan efisiensi dari kerja sama regional yang lebih erat akan menjadi positif dalam jangka panjang," kata Yeah.

Peluang Indonesia?

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menjelaskan RCEP sendiri dicetuskan Indonesia saat menjabat sebagai Ketua ASEAN pada 2011 silam. Perundingan pertama dimulai Maret 2013 dan Indonesia bertindak sebagai Chair RCEP Negotiation. Total, perundingan RCEP berlangsung hingga 31 putaran. 

"Kerja keras kita selama 8 tahun menghasilkan perjanjian setebal 14.367 halaman. Yang terbagi ke dalam 20 bab, 17 annex, dan 54 schedule komitmen yang mengikat 15 negara peserta tanpa memerlukan satupun side letter," ujar Mendag Agus dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (15/11). 

Agus meyakini, ratifikasi RCEP memberikan dampak positif bagi Indonesia. Indonesia digadang-gadang akan menikmati spillover effect atau limpahan ekonomi dari perjanjian perdagangan bebas yang dimiliki negara anggota ataupun nonanggota. 

"Perluasan peran Indonesia melalui global supply chain dari spillover effect ini berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen," ujar Agus. 

Pemerintah mencatat, data ekspor Indonesia ke 14 negara anggota RCEP lainnya selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren positif, sekitar 7,35 persen. Pada 2019 lalu, total ekspor nonmigas ke kawasan RCEP mewakili 56,51 persen total ekspor Indonesia ke dunia yakni senilai 84,4 miliar dolar AS. Sementara dari impor, negara RCEP mewakili 65,79 persen total impor Indonesia dari dunia, senilai 102 miliar dolar AS. 

"Kajian lembaga swasta pada September lalu menyimpulkan bahwa dalam 5 tahun setelah diratifikasi, RCEP berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke negara peserta sebesar 8 sampai 11 persen. Dan investasi ke Indonesia sebesar 18-22 persen," kata Agus. 

Negara-negara RCEP sendiri, ujar Agus, membuka diri bagi negara di kawasan untuk bergabung. Pesan ini khusus disampaikan kepada India yang pada KTT RCEP ke-3 di Bangkok tahun lalu menyatakan mundur. Kendati begitu, India masih diberi ruang untuk kembali bergabung sebagai original 

BACA JUGA: Saudi Boikot Produk Turki: Impor Produk Hewani Dilarang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement