REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Gerindra Habiburrokhman mengatakan wacana rekonsiliasi sebagaimana disampaikan Imam Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) harus disikapi dengan bijak. Ia berharap semua pihak tak perlu risih untuk melakukan rekonsiliasi.
"Saya pikir kita semua harus harus bersikap bijak. Jangan apriori satu sama lain dan jangan risih dengan istilah rekonsiliasi," kata Habiburokhman, Jumat (13/11).
Ia mengakui, menjelang dan pada saat Pemilu, terjadi ketegangan politik antara HRS dan petahana Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, keberadaan Prabowo Subianto dalam pemerintahan, menurut Habiburrokhman, bisa menjadi momentum untuk melupakan perbedaan.
"Tumbuhkan kebersamaan untuk sama-sama mengatasi persoalan kebangsaan," ujar dia.
Kepulangan Habib Rizieq Shihab juga perlu direspons dengan baik. Menurut Habiburrokhman, hal ini juga bisa menjadi momentum lanjutan.
"Kepulangan Habib Rizieq adalah mkmentum lanjutan untuk memaksimalkan rekonsiliasi," ujar anggota Komisi III DPR RI itu menambahkan.
Sebelumnya, Imam Besar FPI Rizieq Shihab menyatakan siap melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah. Namun, ada beberapa syarat yang diajukannya dan harus dipenuhi, salah satunya yakni pembebasan sejumlah tahanan polisi termasuk ulama. Menurut dia, penangkapan terhadap mereka merupakan tindakan kriminalisasi.
Sedangkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, pemerintah dan Rizieq Shihab tak perlu melakukan rekonsiliasi. Dia mengaku, bingung dengan istilah rekonsiliasi yang digunakan Rizieq sebab selama ini tak ada hal yang dipermasalahkan.
“Tidak ada yang harus direkonsiliasi. Jadi, menurut saya, istilah rekonsiliasi itu, apanya yang mau direkonsiliasi? Asal semuanya baik-baik bekerja, nggak ada masalah. Kita posisinya baik-baik saja,” ujar Moeldoko kepada wartawan, Kamis (12/11).