Rabu 11 Nov 2020 18:02 WIB

Vaksin Pfizer dan BioNTech, Kemenkes: Tunggu Kajian Ahli

Pemerintah tidak mau gegabah membeli vaksin ini tanpa mendengar pendapat pakar.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Fuji Pratiwi
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 (ilustrasi). Meski vaksi Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech diklaim berhasil, Kementerian Kesehatan RI masih akan menunggu hasil kajian para ahli.
Foto: EPA
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 (ilustrasi). Meski vaksi Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech diklaim berhasil, Kementerian Kesehatan RI masih akan menunggu hasil kajian para ahli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Virus Corona SARS-CoV-2 (Covid-19) buatan perusahaan Pfizer dan BioNTech berhasil menjalankan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara dan diklaim tidak ada masalah keamanan. Kendati demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku tengah menunggu penelitian para ahli yang mempelajari vaksin tersebut.

"Kami sedang menunggu kajian dari para ahli, sehingga belum bisa berkomentar memutuskan membeli Pfizer atau tidak," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( Dirjen P2P) Kemenkes Muhammad Budi Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (11/11).

Baca Juga

Menurutnya, persoalan ini butuh pemeriksaan lebih lanjut. Artinya, pemerintah tidak mau gegabah dalam memutuskan membeli vaksin ini tanpa mendengar terlebih dahulu pendapat pakar.

Kendati demikian, ia memastikan pemerintah Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma masih melakukan penelitian vaksin yang bekerja sama dengan pihak luar negeri.

Sebelumnya, Vaksin buatan perusahaan Pfizer dan BioNTech berhasil menjalankan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara. Dari uji klinis, diklaim tidak ada masalah keamanan yang dikemukakan.

Perusahaan itu berencana untuk mengajukan persetujuan darurat untuk menggunakan vaksin tersebut pada akhir bulan. Uji coba di AS, Jerman, Brasil, Argentina, Afrika Selatan, dan Turki menunjukkan 90 persen perlindungan dicapai tujuh hari setelah dosis kedua.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement