Ahad 08 Nov 2020 07:12 WIB

Pelaku Pendidikan Pengajaran Daring Harus Mampu Menyelam

Rakornas Aptikom: Pengajaran daring harus disikapi secara profesional.

Rangga Firdaus, dosen Universitas Lampung.
Foto: Dok UBSI
Rangga Firdaus, dosen Universitas Lampung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rangkaian kegiatan virtual event Rakornas Aptikom (Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer Indonesia)  tahun 2020 hari keenam, Sabtu (7/11) diisi  Klinik: Massive Open Online Course (MOOC) Aptikom bertajuk ‘Open Education untuk mendukung implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka’.

Kampus Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) sebagai co-host utama diberikan tugas oleh Aptikom untuk mengadakan kegiatan ini sejak 2 – 7 November 2020.

Di hari terakhir rangkaian kegiatan virtual event Rakornas Aptikom 

MOOC Aptikom yang dimulai sejak pukul 09.00 – 12.00 WIB ini dipandu oleh Dr. Nurul Hidayat dan menghadirkan narasumber yakni Dr Kusrini dan Rangga Firdaus. MOOC Aptikom ini selain dilangsungkan melalui zoom cloud meetings, juga ditayangkan secara live di channel youtube Aptikom TV.

Rangga Firdaus sebagai narasumber kedua MOOC Aptikom ini menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia dahulu layaknya kapal yang berlayar, aman dan tenang dengan menikmati matahari terbenam ditemani burung-burung yang terbang melintas.

“Namun, kini pendidikan di Indonesia berubah, sedang dihantam badai dan ombak besar. Ini yang perlu dilihat, bahwa tidak semudah itu mengajar dalam pembelajaran daring. Tetapi ada yang ingin saya sampaikan bahwa kapal itu menjadi wadah kita. Maka kita harus bersama menyatukan frekuensi, tujuan dan percayai nahkoda sebagai pemimpin kita. Kita harus memiliki komitmen yang kuat, bukan malah cakar-cakaran antarpelaku pendidikan,” tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dalam menghadapi pengajaran secara daring, kata dia,  pilihannya hanya dua, yakni tenggelam atau menyelam. “Apakah kita harus memilih tenggelam atau menyelam? Kita mengajak untuk menyelamatkan yang tenggelam saja, kita akan terbunuh,” ungkapnya.

Ia menegaskan bagi pelaku pendidikan, bahwa yang sudah tahu akan ilmu pengajaran daring harus tahu ilmu pelaku pendidikan yang belum seberapa hingga akhirnya tenggelam. “Jika ada orang tenggelam dalam keilmuan pengajaran secara daring, kita harus menyelamatkannya dengan jiwa dan raga. Jangan berpikir mereka yang tenggelam akan membunuh kita,” katanya.

Perbedaannya pelaku pendidikan yang paham pengajaran secara daring akan menyelam. Sama-sama di dalam lautan tetapi berteman dengan lautan bukan dikuasai oleh lautan atau dibatasi dengan pengajaran secara daring.

“Kita harus bersikap secara profesional dalam menghadapi pengajaran secara daring. Sebagai pelaku pendidikan kita harus bisa introspeksi dahulu. Mau pilih tenggelam atau menyelam?,” jelas Rangga yang merupakan dosen Universitas Lampung.

Tujuan pelaku pendidikan yakni belajar tentang optimasi pengajaran daring dan mengetahui indikator pembelajaran daring di sebuah institusi Perguruan Tinggi hingga dikatakan baik.

“Kita sebagai pelaku pendidikan harus memahami ‘yang baik’ dan bagaimana cara pemanfaatannya,” ujarnya.

Setelah mengetahui indikator yang dapat dikatakan baik, selanjutnya pelaku pendidikan harus bisa mengoptimalkan sebuah pembelajaran daring di Perguruan Tinggi masing-masing.

“Selanjutnya, setiap Perguruan Tinggi harus dapat menganalisa skala prioritas dalam hal untuk mengoptimalkan pembelajaran di Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi seharusnya bisa mengurutkan prioritas yang harus diurutkan dari nomor satu hingga terakhir agar setiap pelaku pendidikan baik tenaga pengajar dan Perguruan Tinggi tidak tenggelam dengan konsep pengajaran secara daring tersebut,” tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement