Kamis 05 Nov 2020 06:55 WIB

Satgas: Penularan Covid Libur Panjang Diketahui Sepekan Lagi

Ada penurunan jumlah spesimen yang dites setiap hari libur.

Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah
Foto: BNPB Indonesia
Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemungkinan penularan Covid-19 saat libur panjang akhir pekan lalu dikhawatirkan menambah kasus baru dengan jumlah signifikan. `Potret' atau penularan yang terjadi di masa libur panjang diperkirakan baru akan diketahui dalam kurun waktu setelah 10-14 hari.

Ketua Bidang Data dan Teknologi In formasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, meminta masya rakat tidak mengambil kesimpulan kasus Covid-19 di Tanah Air berkurang. "Kita harus menunggu liburan ini aman atau tidak dan hasilnya bisa dilihat sepekan atau dua pekan lagi," kata dia saat konferensi virtual BNPB, Rabu (4/11).

Dia mencontohkan, saat libur panjang pada pekan ketiga Agustus lalu, tren kenaikan kasus baru bisa dilihat di pekan pertama bulan September dan terus naik sampai pekan ketiga. Artinya, dia melanjutkan, ada jeda waktu 10-14 hari untuk melihat kenaikan kasus.

Kendati demikian, pihaknya tidak bisa memastikan kasus baru Covid-19 usai cuti dan libur panjang pasti naik atau melonjak. Kuncinya, menurut dia, terletak pada apakah masyarakat menerapkan protokol kesehatan secara disiplin saat pergi berlibur.

Di sisi lain, Satgas Penangan an Covid-19 mengakui adanya penurunan jumlah spesimen yang dites setiap hari libur. Terjadinya tren penurunan testing atau pengetesan setiap akhir pekan atau saat libur panjang menyebabkan penurunan kasus harian. Satgas meminta pemerintah daerah dapat mengantisi pasinya dengan melakukan penambahan shift kerja dan memberikan insentif yang memadai.

Pemprov Jawa Barat (Jabar), mengakui adanya penurunan spesimen yang dites setiap hari libur. Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jabar, Berli Hamdani, periode pandemi Covid-19 ini sudah sedemikian lama yang tentu sangat menguras kemampuan para tenaga teknis termasuk petugas di laboratorium maupun di IT untuk pelaporan data.

"Memang demikian kondisi sebenarnya yang terjadi," ujar Berli. Dia menyebut, perbaikan manajemen laboratorium terus-menerus dilakukan, termasuk pemenuhan sumber daya manu sia (SDM) sehingga bisa bekerja dengan sistem shift.

Berli mengatakan, merujuk standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jabar harus mengetes dengan metode PCR sebanyak 500 ribu atau satu persen dari jumlah penduduk. Dari 27 kabupaten/kota di Jabar, kata dia, baru Kota Cimahi dan Kota Bekasi yang sudah mengetes satu persen dari jumlah penduduk.

Sementara Kota Cirebon, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bekasi, sudah mengetes dengan metode PCR lebih dari 0,5 persen jumlah penduduk. "Kami terus berupaya mening katkan kapasitas peme riksaan PCR di Laboratorium Kesehatan (Labkes) Provinsi Jabar maupun laboratorium jejaring," ujar dia.

Hingga kini terdapat 28 laboratorium jejaring yang tersebar di sejumlah daerah di Jabar. Penguatan kesiapan laboratorium dilakukan supaya pengetesan dan pelacakan berjalan optimal.

Berli manambahkan, Pemprov Jabar menggratiskan swab test atau tes usap bagi masyarakat sejak awal pandemi Covid-19 yang diprioritaskan bagi masyarakat dengan profesi interaksi tinggi dengan publik, rawan terinfeksi, dan memiliki gejala Covid-19. (rr laeny sulistiawaty/arie lukihardianti, ed:mas alamil huda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement