Rabu 04 Nov 2020 19:54 WIB

Untuk Ketiga Kalinya, Eks Pejabat Divonis Kasus Korupsi

Selain kasus RTH, dua perkara yang membelitnya korupsi dana bansos dan suap hakim PN.

Rep: Djoko Suceno/ Red: Agus Yulianto
Tersangka kasus suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 dan 2013 Herry Nurhayat usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tersangka kasus suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 dan 2013 Herry Nurhayat usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Eks pejabat Pemkot Bandung, Herry Nurhayat, kembali dijatuhi hukuman penjara dalam kasus korupsi. Ini adalah ketiga kalinya bagi terdakwa divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. 

Dalam perkara ketiga, Herry dijatuhi hukuman empat tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Rabu (4/11). Putusan tersebut sama dengan tuntutan Jaksa KPK.

Sebelumnya, Herry yang pernah menjabat sebagai kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung divonis bersalah dan menjalani hukuman. Dua perkara yang membelitnya, yaitu kasus korupsi dana bansos Pemkot Bandung dan perkara suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Bandung yang menangani perkara korupsi dana bansos.

Sidang putusan perkara RTH yang merugikan negara Rp 63 miliar ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Benny Eko Supriyadi. Hakim menilai, terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Herry Nurhayat pidana penjara empat tahun dan denda Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan enam bulan," kata hakim dalam putusannya.

Hakim juga memberikan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar. Uang tersebut, kata hakim, merupakan keuntungan yang didapat saat melakukan korupsi tersebut. "Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp 1,4 miliar. Apabila tidak membayar hingga memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda akan disita dan dilelang untuk menutupi. Apabila tidak cukup, dijatuhi pidana penjara satu tahun," kata hakim.

Dalam putusannya, hakim mengabulkan permohonan terdakwa sebagai justice collaborator (JC). Hakim menilai, terdakwa memenuhi persyaratan mendapat JC sesuai aturan Mahkamah Agung. "Terdakwa merupakan salah satu pelaku tindak pidana dengan yang lain yakni Tomtom Daabul Qamar dan Kadar Slamet. Berdasarkan keterangan, telah mengungkap secara jelas dan keterangannya bersesuaian dengan BAP. Terdakwa mampu membongkar dan memberikan kesaksian dua terdakwa lainnya," tutur dia.

Dua terdakwa lainnya, yaitu Tomtom Dabul Qomar dan Kadar Slamet, telah divonis bersalah oleh hakim dalam sidang sebelumnya. Untuk terdakwa Tomtom, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun, denda Rp 400 juta subsider enam bulan, dan uang pengganti Rp 5,3 miliar.

Sementara, terdakwa Kadar Slamet, divonis penjara selama lima tahun serta pidana denda Rp 400 juta subsider enam bulan penjara dan membayar uang pengganti Rp 9,1 miliar. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement