Selasa 03 Nov 2020 16:24 WIB

Mengapa Saudi Prioritaskan Jamaah Umrah dari Indonesia?

Hanya jamaah umrah dari Indonesia dan Pakistan yang saat ini diterima Arab Saudi.

Jamaah melakukan tawafpada tahap pertama pembukaan umrah di tengah pandemi covid-19
Foto: Saudigazette
Jamaah melakukan tawafpada tahap pertama pembukaan umrah di tengah pandemi covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Umar Mukhtar, Dea Alvi Soraya, Zahrotul Oktaviani

Sebanyak 224 jemaah umrah asal Indonesia tiba di Jeddah pada Ahad (1/11) sore. Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali mengatakan, mereka merupakan jamaah-jamaah yang telah lolos dan memenuhi syarat untuk melaksanakan umrah pada masa pandemi.

Baca Juga

"Jumlahnya menurut data penerbangan ada 224 jamaah (Indonesia) yang sudah tiba kemarin sore waktu Saudi," kata Endang dalam pesan teks, Senin (2/11).

Endang menuturkan, setelah sampai di Saudi, jamaah langsung di karantina di hotel masing-masing. Masing-masing kamar hotel hanya boleh diisi dua jamaah.

"Selama masa karantina seluruh aktivitas ibadah dilakukan dalam hotel, (termasuk) makan pagi, siang, dan juga malam," kata Endang.

Gelombang pertama jamaah umrah dari Indonesia itu akan melaksanakan rangkaian ibadah hingga Senin (9/11). Sebelum rangkaian ibadah dilaksanakan, mereka terlebih dulu menjalani tiga hari masa karantina di hotel.

Indonesia menjadi satu dari dua negara (satu lagi Pakistan) yang menjadi prioritas Arab Saudi saat pihak kerajaan membuka kembali ibadah umrah pada masa new normal. Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah Mustolih Siradj menilai, pemerintah Arab Saudi punya kepentingan ekonomi sampai memprioritaskan Indonesia sebagai negara kedua setelah Pakistan untuk mengirim jamaah umroh ke Tanah Suci.

"Sebenarnya di internal Kerajaan Arab Saudi itu berkepentingan agar umrah ini dibuka, karena hancur ekonomi mereka (jika terus ditutup). (Pendapatan dari) pariwisata ini kan andalan mereka," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (3/11).

Apalagi, lanjut Mustolih, Arab Saudi dalam Visi 2030 ingin melepaskan diri dari ketergantungan terhadap minyak dan mengalihkan sumber pendapatan negaranya ke sektor pariwisata, di antaranya dari haji dan umrah. Karena itu, jika kedatangan jamaah dari penjuru negeri ke Tanah Suci terus ditutup, kerugian mereka akan jauh lebih besar.

"Ekonomi mereka jelas terpukul. Hotel dan transportasi mereka terpuruk. Bahkan mereka jauh lebih terpukul ketimbang travel-travel umrah kita, karena yang paling rugi adalah Arab Saudi. Jadi tidak mungkin mereka Saudi berlama-lama menyetop umrah, makanya mereka ngotot sekali," tutur dia.

Karena itu, Saudi tentu akan memilih negara dengan penduduk Muslim terbesar dan jumlah jamaah yang juga besar. Dengan demikian, kedatangan Muslim dari negara lain akan merangsang pertumbuhan ekonomi Saudi.

Maskapai Saudi bisa terbang kembali dan hotel pun terisi sehingga ada pendapatan yang masuk. "Belum lagi merchandise-nya. Apalagi jamaah yang paling royal itu ya Indonesia," ucapnya.

Mustolih juga memandang, pertimbangan Saudi memprioritaskan jamaah umrah Indonesia tidak menutup kemungkinan karena ada kedekatan spesial dari aspek pemerintahan, bisnis dan masyarakat. "Misalnya hubungan spesifik yaitu hubungan sesama Muslim, dan juga ulama-ulama kita yang banyak belajar di sana," katanya.

Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Noor Achmad menilai, selain merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga merupakan negara pengirim jamaah terbesar, baik untuk haji maupun umrah. Di sisi lain, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Arab Saudi sangatlah baik.

“Hubungan antara Indonesia dan Saudi sangat baik, sehingga  pemberian kesempatan tersebut sebagai bentuk penghargaan secara deplomatik,” ujar Noor saat dihubungi Republika, Selasa (3/11).

“Jamaah Indonesia dikenal taat mengikuti ketentuan dan aturan,” ujar pria yang kini menjabat sebagai anggota Komisi X DPR RI ini.

Pernyataan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Menurutnya, keistimewaan yang diterima Indonesia dari Kerajaan Arab Saudi ini merupakan kabar gembira bagi umat Muslim Indonesia, menyusul banyaknya calon jamaah yang gagal berangkat ke tanah suci karena wabah Covid-19.

Menurut Ace, selama ini Indonesia dan Arab Saudi memiliki hubungan yang sangat baik. Indonesia juga merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia, dan merupakan negara yang paling banyak mengirimkan jamaah haji maupun umrah.

“Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik dengan Arab Saudi. Indonesia merupakan salah satu negara muslim terbanyak di dunia yang juga merupakan salah satu negara paling banyak mengirimkan jamaah umrohnya ke Arab Saudi,” ujar Ace.

“Tentu kebijakan ini disertai dengan persyaratan tertentu seperti pembatasan usia yang tak lebih dari 50 tahun dan penerapan protokol Covid-19 yang ketat,” sambungnya.

Ace menjelaskan, kebijakan diizinkannya kembali warga negara Indonesia untuk beribadah umrah dapat dilihat dari dua hal. Pertama, Pemerintah Arab Saudi menilai bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia relatif terkendali sehingga Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengizinkan WNI untuk mengunjungi negaranya.

“Kedua, hubungan Indonesia-Arab Saudi yang sangat dekat. Dengan demikian, kedekatan hubungan ini memungkinkan adanya hubungan resiprokal di antara kedua negara dalam hal kunjungan antar negara,” sambung Ace.

Prioritas pemberangkatan

Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Oman Fathurahman, meminta Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) memprioritaskan keberangkatan jamaah yang tertunda keberangkatannya karena dampak pandemi Covid-19 pada 1441 H. Oman menyebut, pihaknya telah menerbitkan surat edaran untuk PPIU.

“Kami minta PPIU memprioritaskan jamaah yang tertunda pada musim umrah tahun 1441H untuk diberangkatkan lebih awal dari pendaftar umrah baru,” ujar Oman dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (3/11).

Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SISKOPATUH) mencatat ada 26.328 jamaah yang tertunda keberangkatannya. Puluhan ribu jamaah ini berusia 18 sampai 50 tahun dan masuk dalam kriteria yang dipersyaratkan Saudi untuk berangkat umrah di masa pandemi.

Kementerian Agama juga disebut telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 719 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019.

“Kami minta PPIU memedomani dan mematuhi KMA tersebut dalam rangka menjaga keamanan, kesehatan jamaah, ketertiban, dan kelancaran penyelenggaraan ibadah umrah pada masa pandemi Covid-19,” ujarnya.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Arfi Hatim, menambahkan PPIU diminta memastikan validitas data jamaah umrah yang mendaftar dan berangkat ke Arab Saudi. Validasi tersebut terkait persyaratan keberangkatan, mulai dari usia, data paspor, termasuk input data dalam aplikasi e-umra, tawakalna, dan e-tamarna.

“Semua data jamaah harus divalidasi dan dipastikan terinput pada aplikasi yang disiapkan oleh Arab Saudi,” kata dia.

Selain itu, PPIU juga harus membuat laporan tertulis terkait rencana keberangkatan jamaah umrah. Laporan ini disampaikan paling lambat tujuh hari sebelum keberangkatan.

Laporan lainnya yang terkait kedatangan jamaah umrah paling lambat diberikan sehari setelah tiba di Arab Saudi. Termasuk juga, PPIU harus menyampaikan laporan kepulangan jamaah setelah tiba di Indoensia, paling lambat tiga hari setelah kedatangan.

“Laporan disampaikan secara elektronik melalui email,” ujarnya.

PPIU selanjutnya diminta terus berkoordinasi dengan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah jika terdapat jamaah yang terpapar Covid-19 saat dalam perjalanan ibadah, baik di Tanah Air muapun Arab Saudi.  

photo
Infografis Adab Haji dan Umroh - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement