Sabtu 31 Oct 2020 09:35 WIB

BMKG: Gempa Turki Dipicu Aktivitas Sesar Sisam

Sejarah mencatat di sekitar Sesar Sisam sudah beberapa kali terjadi gempa masa lalu.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Orang-orang di gedung yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,0 di Laut Aegea di Izmir, Turki, Jumat (30/10).
Foto: EPA-EFE/Mehmet Emin Menguarslan
Orang-orang di gedung yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,0 di Laut Aegea di Izmir, Turki, Jumat (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, gempa berkekuatan magnitudo 7,0 yang mengguncang Provinsi Izmir, Turki, Jumat (30/10), dipicu aktivitas Sesar Sisam (Sisam Fault) di Laut Aegea dengan catatan sejarah telah terjadi beberapa kali gempa kuat di masa lalu.

"Sejarah gempa mencatat bahwa di sekitar Sesar Sisam sudah beberapa kali terjadi gempa kuat pada masa lalu seperti gempa tahun 1.904 berkekuatan 6,2 magnitudo dan gempa pada 1.992 berkekuatan 6,0," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Sabtu (31/10).

Daryono menjelaskan, Sesar Sisam adalah sebuah sesar aktif dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault) dengan panjang jalur sesar sekitar 30 km. Sesar Sisam dekat Pulau Samos tersebut, kata dia, 'pecah' dekat Menderes Graben, wilayah dengan sejarah panjang gempa dengan sesar turun (normal fault).

"Karena mekanisme patahannya yang bergerak turun dan hiposenter gempanya sangat dangkal hanya sekitar enam kilometer maka wajar jika gempa tersebut memicu terjadinya tsunami," katanya.

Gempa yang berpusat di Laut Aegea pada pukul 13.51 waktu setempat, itu terasa hingga ke ibu kota Yunani, Athena dan Istanbul di Turki. Guncangan gempa dirasakan dalam wilayah yang luas, seperti di Turki, Yunani, Bulgaria dan Makedonia Utara.

Gempa menimbulkan korban jiwa akibat terjadinya kerusakan pada banyak bangunan rumah, bahkan gedung bertingkat di wilayah Izmir juga mengalami kerusakan dan roboh. Episenter gempa terletak di Laut Aegea, tepatnya berada pada jarak 17 kilometer dari pesisir barat Turki dengan mekanisme sumber gempa berupa patahan.

Daryono mengatakan, hingga saat ini sudah terjadi lebih dari 100 aktivitas gempa susulan (aftershocks) dengan magnitudo terbesar 5,1 sejak terjadinya gempa utama (mainshock). Akibat gempa tersebut, tsunami lokal tercatat di stasiun-stasiun tide gauge seperti stasiun Syros sekitar delapan sentimeter (cm), Kos sekitar tujuh cm, Plomari sekitar lima cm. dan Kos Marina sekitar empat cm.

Namun pantai terdekat pusat gempa tidak ditemukan catatan tide gauge, padahal tsunami ini juga menimbulkan kerusakan ringan di beberapa wilayah pantai Yunani dan Turki. Tsunami kecil terjadi dan melanda daratan akibat kondisi topografi lokal pantai yang landai di dekat garis pantai sehingga mendukung terjadinya genangan di daratan.

Hal itu berkaitan dengan morfodinamika pantai dan amplitudo pasang surut. Menurut dia, wilayah Laut Aegea secara historis adalah kawasan rawan gempa dan tsunami, dengan peristiwa tsunami terakhir adalah tsunami merusak di Bodrum, Turki, akibat gempa berkekuatan 6,6 pada 2017.

Kerusakan akibat gempa sebagian besar terjadi pada kawasan permukiman yang terletak pada tanah lunak seperti di pesisir pantai dan cekungan dengan dataran alluvial yang lunak.

"Gempa ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua yang tinggal di wilayah Indonesia dengan kondisi seismik aktif dan memiliki banyak jalur sesar aktif di dasar laut, sehingga kewaspadaan terhadap gempa dan tsunami perlu terus ditingkatkan dengan memperkuat upaya mitigasi baik mitigasi struktural dan nonstruktural," kata Daryono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement