Jumat 30 Oct 2020 07:01 WIB

Libatkan Buruh dan Pengusaha Susun Aturan Turunan Ciptaker

Ada sejumlah aturan turunan UU Ciptaker yang harus menjadi skala prioritas.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Erick Tohir dan Sarman Simanjorang
Foto: Sarman Simanjorang
Erick Tohir dan Sarman Simanjorang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari UU Ciptaker harus diatur secara cermat seperti dari sisi teknisnya. Dia mengatakan, pemerintah harus melibatkan pengusaha dan buruh dalam penyusunan aturan turunan tersebut.

"Agar berbagai aspirasi yang belum terakomodir pada UU Cipta Kerja dapat diakomodir," kata Sarman dalam keterangan resmi, Kamis (29/10).

Menurut Sarman, ada sejumlah aturan turunan yang harus menjadi skala prioritas. Di antaranya terkait dengan kemudahan perizinan usaha dan investasi, klaster ketenagakerjaan, pertanahan, dan aturan turunan untuk sertifikasi halal. Dia mengatakan, semuanya langsung atau tidak langsung punya keterkaitan dengan dunia usaha dan investor.

Sarman menilai, dengan adanya aturan turunan yang cermat, maka akan ada kepastian dan jaminan kepada pengusaha dan investor. Sebabnya, dia meminta, agar aturan turunan tersebut disusun secara cermat dari sisi teknisnya seperti lama prosesnya, biayanya, verifikasinya, dokumennya serta perizinan dari daerah.

Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.

Kebijakan tersebut lantas mendorong aksi massa menolak pengesahan Omnibus Law terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Gelombang penolakan yang terus terjadi hingga kini itu menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu guna menganulir Omnibus Law.

Meski demikian, pemerintah sedang menyiapkan 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres) untuk menindaklanjuti Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa secara hierarki, kedudukan PP, Perpres, dan Permen, berada dibawah undang-undang. Dengan demikian, materi muatan PP, Perpres, serta Permen nantinya pastilah akan merujuk pada semangat yang terkandung dalam UU Cipta Kerja.

Sementara, Presiden Jokowi mempersilahkan jika ada pihak yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja untuk menempuh jalur konstitusi. Bekas gubernur DKI Jakarta ini memberi peluang agar penentang UU Ciptaker mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement