REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pelaku ekonomi kreatif di Indonesi lebih banyak didominasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kelompok ini sendiri memainkan peran krusial dalam perekonomian Indonesia.
Dosen Universitas Islam Malang (Unisma), Jeni Susyanti menyatakan, pelaku UMKM sangat diharapkan menjadi tulang punggung pendapatan pemerintah melalui pajak dan retribusi daerah. Sayangnya, peningkatan jumlah pengusaha UMKM tidak mempengaruhi kontribusi perpajakan.
"Karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman perpajakan pemilik UMKM menjadi masalah dalam memenuhi kewajiban perpajakan," katanya dalam pesan tertulis, Rabu (28/10).
Melihat kondisi tersebut, Jeni bersama dosen Noor Shodiq Askandar dan Siti Aminah Anwar melakukan penelitian dengan memfokuskan pada model pendampingan bisnis integratif berkelanjutan. Kegiatan ini merupakan penelitian hibah Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional pembiayaan TA 2020. Penelitian tersebut bekerja sama dengan tim mitra P2KIB-BPU Unisma, pelaku ekonomi kreatif di Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Kediri dan Kabupaten Kediri yang bergerak di subsektor kuliner dan mode.
Desiminasi hasil Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) berjudul 'Model Pendampingan Bisnis Ekonomi Kreatif secara Integratif berkelanjutan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak' telah dilakukan di masa pandemi, baik melalui daring maupun luring. Peneliti juga telah melakukan sejumlah kegiatan yang salah satunya 'Bimtek Pengembangan Usaha: Penyusunan Proposal Bisnis dan Pengelolaan Keuangan'.
"Yang (kegiatannya) diperuntukkan bagi UMKM dalam hal ini pelaku ekonomi kreatif di Malang," ucapnya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, ternyata terdapat beberapa masalah yang dihadapi pelaku UMKM sektor ekonomi kreatif di tengah pandemi Covid-19. Pertama, permintaan terhadap produk-produk dari pelaku ekonomi kreatif yang berkurang. Situasi ini akibat dari penurunan daya beli masyarakat karena menurunnya penghasilan.
Kedua, penurunan permintaan terhadap terhadap produk-produk dari pelaku ekonomi kreatif. Kondisi ini membuat pendapatan dalam hal ini arus kas menjadi ikut tertekan.
Selanjutnya, pelaku ekonomi kreatif kesulitan mendapatkan bahan baku akibat kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) di beberapa daerah. "Di damping bahan baku impor juga sulit diperoleh karena seluruh negara membatasi hubungan dagang selama pandemi," jelasnya.
Keempat, pelaku ekonomi kreatif juga kesulitan melakukan pinjaman modal. Hal tersebut dapat terjadi karena lembaga pembiayaan saat ini lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman modal.
Berdasarkan situasi tersebut, maka Jeni dan tim melakukan beberapa kegiatan Bimtek untuk para pelaku ekonomi kreatif. Kegiatan ini ditujukan untuk membantu UMKM mengembangkan usaha dan memperkuat jejaring. Mereka setidaknya dapat memahami pentingnya strategi marketing digital bagi pelaku UMKM.
Selain itu, Jeni juga mengungkapkan, 50 persen pelaku ekonomi kreatif masih kesulitan melakukan pencatatan dan perhitungan pajak. Sebesar 71,1 persen pelaku ekonomi kreatif belum berinteraksi dengan kampus/intelektual Hal ini berarti mereka harus memahami tentang pentingnya akademisi, pemerintah, komunitas, media, dan lingkungan untuk meningkatkan penghasilan.