REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan pembangunan yang dilakukan di Loh Buaya, yaitu Taman Nasional Komodo bukan Jurassic Park, adalah menyatukan sarana dan prasarana (sarpras) yang selama ini terpencar. Pembangunan sarpras tersebut rencananya akan selesai pada Juni 2021. KLHK menjamin tidak akan ada komodo yang terluka maupun menjadi korban dari pembangunan sarpras tersebut.
“Saya bingung loh Jurassic Park dari mana ya. Kami membangun sarpras ini agar menjadi wisata komodo yang tidak bisa langsung bersentuhan dengan komodo. Jadi, nanti yang berkunjung ke sini mengetahui sejarah komodo, melihat komodo berkembang biaknya seperti apa. Ini bukan sektor pribadi kok. Ini dibangun oleh pemerintah,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno dalam diskusi ‘Penataan Sarpras di Loh Buaya Taman Nasional Komodo’ secara daring, Rabu (28/10).
Kemudian, ia menjelaskan nantinya akan ada pusat informasi, pondok ranger, pondok peneliti, pemandu dan sebagainya. Lalu, ada juga bangunan yang didesain seperti rumah adat yaitu rumah panggung Manggarai dan gazebo. Nanti, para wisatawan bisa melihat komodo dari bangunan tersebut.
Ia menambahkan penataan sarpras yang sedang dilakukan di lembah Loh Buaya, Pulau Rinca TNK oleh PUPR telah mencapai 30 persen. Rencananya akan selesai pada bulan Juni 2021.
Pembangunan di sana telah mendapatkan izin lingkungan hidup pada tanggal 4 September 2020 dengan memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo. Saat ini penataan tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap dan pembuatan tiang pancang.
Kegiatan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan karena tidak dimungkinakan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk eskavator dan lain lain telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
Izin tersebut disusun dan diterbitkan sesuai atau berdasarkan permen LHK no.16 tahun 2020 tentang pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup. Loh Buaya luasnya sekitar 500 hektare atau 2,5 persen dari luas Pulau Rinca yang mencapai 20 ribu hektare. Untuk luas sarpras sekitar satu hektare.
“Persentase kecil, kami memastikan komodo tidak boleh menjadikan korban satupun. Viral foto truk dengan komodo itu memang ada jalur komodo di situ. Kami tetap lakukan diskusi sebelum bertindak terkait di mana saja komodo melintas,” kata dia.
Ia mengaku tim yang melakukan pembangunan di sana selalu mengecek kolong-kolong bangunan dan dibongkar ada komodo atau tidak di sana. Lalu, di kolong truk ada komodo atau tidak. Para komodo dijaga 10 ranger setiap hari. Sehingga para komodo ini dipastikan aman dan tidak terganggu.
Pembangunan ini juga dilakukan agar komodo tidak sembarangan dikasih makanan oleh manusia. Lalu, yang berkunjung tersebut mendekat ke komodo. Sebab, hanya ada 15 komodo yang dapat berinteraksi dan jinak kepada manusia.
“Dulu kan kalau mau melihat komodo harus beli kambing biar kambingnya dimakan oleh komodo. Nah, kami ingin saat ini wisatawan tidak seperti itu tapi melihat dan bisa mengetahui sejarah komodo.
Komodo adalah satwa yang relatif tidak kuat di pendengaran tapi dia memiliki penciuman yang sangat tajam. "Di Loh Liang dia sering ke dapur di restoran,” kata dia.
Nantinya, hari Jumat (30/10) ia akan membahas pembangunan sarpras ini bersama PUPR dan ahli lainnya. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dengan habitat komodo. KLHK akan melindungi para komodo dan menjaga habitatnya.
“Nanti akan diberitahu lagi perkembangannya. Yang jelas kami tidak akan membuat komodo ini menjadi korban dari pembangunan yang kami lakukan,” kata dia.