REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkap kasus kepemilikan senjata api oleh kalangan sipil di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta, AKP Alexander Yurikho menuturkan, pelaku disebut merupakan seorang direktur di sebuah perusahaan swasta di wilayah Sulawesi.
“Saudara SAS adalah berprofesi sebagai direktur di sebuah perusahaan swasta yang ada di Pulau Sulawesi. Jadi yang bersangkutan adalah seorang direktur,” tutur Alex di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (27/10). Namun, dia tidak menyebutkan nama perusahaan tempat tersangka bekerja.
Alex menjelaskan, kasus tersebut bermula pada 19 September 2020 saat tersangka melakukan perjalanan penerbangan dari Jakarta menuju Makassar. Pada saat dilakukan pengecekan oleh AVSEC Maskapai Lion Air didapati tersangka membawa senjata api jenis revolver. Pada saat itu pula tersangka tidak dapat menunjukkan kelengkapan administrasi dari senpi tersebut.
“Penyidik telah melakukan pengecekan di jajaran polres, polda, sampai dengan logistik mabes polri senjata ini tidak teregistrasi,” terangnya.
Lebih lanjut, Alex menuturkan bahwa kepemilikan terhadap senjata api tersebut oleh tersangka sudah sejak lima tahun yang lalu. “Senjata tersebut oleh tersangka diakui dimiliki sejak tahun 2015 dengan sampai sekarang masih kita tindaklanjuti senjatanya dari mana,” jelasnya.
Terlebih, lanjutnya, berdasarkan upaya penelusuran, senjata api yang dibawa oleh tersangka ternyata merupakan senjata pabrikan yang memiliki nomor senjata. “Jadi ini bukan rakitan, ini adalah standar dari kepolisian,” lanjutnya.
Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Pol Adi Ferdian Saputra menambahkan, pada upaya penangkapan terhadap tersangka dalam kasus tersebut, selain senjata api tersebut menjadi barang bukti, polisi juga menemukan empat butir peluru.
“Adapun barang buktinya yaitu revolver S & W plus di dalamnya terdapat empat butir peluru,” jelas Adi. Dia menegaskan, pihak kepolisian akan terus mendalami kasus kepemilikan senjata api tersebut.
Adapun, terkait dengan ancaman pidana, tersangka dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun atau seumur hidup.