REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara-negara kini berlomba-lomba bisa memproduksi vaksin virus corona SARS-CoV2 (Covid-19), termasuk Indonesia. Kendati demikian, vaksin ini terlebih dahulu harus melalui fase uji klinis dengan tujuan untuk memastikan bahwa benar-benar aman.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyadari, pandemi Covid-19 ini terjadi di banyak negara atau global dan negara-negara dalam waktu singkat sangat membutuhkan vaksin untuk menghindari penularan.
"Tetapi uji klinis harus dilakukan untuk memastikan bahwa vaksin yang dihasilkan adalah vaksin aman. Kalau membuat daftar kriteria vaksin, maka nomor satu adalah keamanan jangan sampai menimbulkan efek samping mengganggu nyawa manusia," ujarnya saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Update Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN): Prinsip Keamanan Vaksin Covid-19, Selasa (27/10).
Ia menyontohkan jika bibit vaksin Covid-19 produksi dalam negeri yaitu Merah Putih nantinya diserahkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Penghasil Vaksin yaitu Bio Farma maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah uji klinis tahap 1 untuk memastikan keamanan. Artinya, dia menambahkan, uji klinis ini untuk memastikan vaksin aman dan ketika disuntikkan pada tubuh manusia tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan serius. Artinya, ia menyebutkan prinsip kehati-hatian sangat dikedepankan. Sehingga, ketika ada satu relawan uji klinis vaksin Astra Zenica meninggal dunia, perusahaan ini menyetop uji klinis vaksinnya.
"Padahal itu kasusnya gangguan saraf. Tetapi mereka tidak mau ambil risiko dan meneliti apakah ganguan kesehatan itu dari vaksinnya atau ada masalah lain dalam tubuh relawan," ujarnya.
Kemudian ketika penyebab kematian relawan diipastikan bukan karena vaksin, dia menyebut, uji coba vaksin bisa kembali dilanjutkan. Ia mengakui, vaksin menjadi salah satu upaya preventif. Oleh karena itu, Bio Farma sudah meningkatkan kapasitas produksi vaksin yaitu tahun ini 100 juta dosis, kemudian tahun depan ditingkatkan menjadi 250 juta dosis.
"Oleh karena itu, kami sudah menggandeng minimal tiga perusahaan yang sudah siap," katanya.
Ia menambahkan, perusahaan ini melakukan beberapa hal yaitu pertama investasi pengembangan vaksin manusia, kedua mengurus izin ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk good manufacturing atau cara pembuatan obat yang baik. Dari investasi tiga perusahaan swasta ini, pihaknya mengaku telah menghitung potensi berapa kapasitas produksi vaksin yang bisa dihasilkan. "Tiga perusahaan itu mengaku bisa mencapai tiga miliar dosis," katanya.
Pihaknya mengaku kini fokus mengembangkan vaksin Merah Putih dan bisa diproduksi dalam negeri. Kemudian nantinya vaksin menyediakan kebutuhan vaksin Covid-19 tidak hanya tahun ini melainkan juga tahun-tahun berikutnya. Sebab, dia melanjutkan ada prediksi bahwa kemungkinan daya tahan tubuh usai mendapat vaksin Covid-19 ternyata tidak seumur hidup seperti polio atau cacar.
"Sehingga ada periode dimana daya tahan tubuh mulai turun dan diperlukan booster atau revaksinasi," katanya.
Kemudian ke depannya pihaknya optimistis Indonesia ke depan menjadi produsen vaksin di skala regional.