REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkap tiga kasus kepemilikan senjata api dan amunisi yang terjadi pada akhir September hingga awal Oktober 2020. Dalam pengungkapan kasus tersebut, dua orang tersangka telah diamankan, sementara satu orang tersangka lainnya masih dalam pencarian atau DPO.
“Kurang lebih satu bulan ini terungkap tiga kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi,” ujar Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Pol Adi Ferdian Saputra di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (27/10).
Adi menjelaskan, kasus pertama terjadi pada 19 September 2020. Kasus itu terungkap saat tersangka berinisial SAS melakukan perjalanan penerbangan dari Jakarta menuju Makassar. Pada saat dilakukan pengecekan oleh AVSEC Maskapai Lion Air didapati tersangka membawa senjata api jenis revolver, dan pada saat itu pula tersangka tidak dapat menunjukkan kelengkapan administrasi dari senpi tersebut.
“Pengakuan tersangka, sudah memiliki senjata sejak 2015. Bahkan yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan surat kepemilikan atau kelengkapan senjata api,” kata Adi.
Bersama dengan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa satu pucuk senjata api jenis revolver merk S and W Nomor Senjata 74061 dan empat butir peluru caliber 38 Special.
Adi mengatakan, kasus kedua terjadi pada 29 September 2020. Kasus tersebut terkait dengan pengiriman amunisi via Bandara Soekarno-Hatta ke Pekanbaru yang dilakukan oleh seorang berinisial ZI yang berdomisili di Padang.
Dari tersangka polisi menemukan 50 butir amunisi beserta satu air gun. “Setelah dilakukan penyidikan dari 50 butir peluru atau amunisi dan kita lakukan pengembangan, ada padanya sepucuk air gun, sehingga kita tahan ZI,” ujar Adi.
Diketahui, pada kasus pertama, tersangka merupakan warga Makasar yang berprofesi sebagai seorang direktur di sebuah perusahaan swasta di Sulawesi. Sementara pada kasus kedua, tersangka diketahui merupakan mantan anggota Polri.
Adapun, kasus ketiga, polisi menggagalkan pengiriman senjata api jenis revolver rakitan yang akan dilakukan pengiriman pada 9 Oktober 2020. “Ini rakitan. Bentuknya sudah bagus, halus, dan rapi. Revolver ini kita masih melakukan penyidikan terkait pemiliknya, baik pengirim maupun penerima,” ucapnya.
Adi menegaskan, ketiga kasus tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951. Mereka dijerat Pasal 1 ayat (1) dengan ancaman hukuman penjara selama 20 tahun atau seumur hidup.