REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyatakan sebanyak 14 ribu ton garam industri di kabupaten itu belum terjual hingga saat ini akibat tak adanya yang mau membeli.
"Saat ini di semua gudang terdapat 14 ribu ton garam yang menumpuk. Ini belum terjual sama sekali, sehingga beberapa karung yang berisi garam ditumpuk sampai di luar gudang," kata Pjs Bupati Sabu Raijua Ferdy Kapitan di Kupang, NTT, Selasa (26/10).
Hal ini disampaikan berkaitan dengan potensi garam yang ada di Kabupaten Sabu Raijua yang menurut penilaian beberapa peneliti mampu membantu mengurangi impor garam dari nasional.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT sudah menghubungi pemerintah pusat dan beberapa investor untuk membeli garam yang di gudang di Sabu Raijua ini.
Tentu saja, Pemkab Sabu Raijua berharap agar hal ini bisa segera terwujud. Karena dikhawatirkan pada Desember akan ada panen garam lagi yang jumlahnya bisa mencapai 5.000 ton.
"Kami perkirakan sampai Desember nanti akan ada beberapa kali panen lagi dan jumlah yang dipanen bisa mencapai 5.000 ribu ton, sehingga jumlahnya bisa mencapai 19 ribu ton," kata dia.
Tambahan garam dari hasil panen akhir tahun akan membuat Pemkab Sabu Raijua kesulitan mencari tempat penyimpanan. Karena sejumlah gudang sudah penuh.
Sehingga ia berharap agar dalam waktu dekat ini ada investor atau pengusaha yang bisa membeli ribu ton garam itu agar tak menumpuk lagi di gudang. Ia pun berharap agar pemerintah pusat bisa memberikan perhatian dengan memfasilitasi industri-industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku.
"Sehingga bisa terjalin kerja sama dengan pemerintah daerah sehingga ada kepastian dalam hal pemasaran ribuan ton garam ini," kata Ferdy.
Ferdy juga menambahkan, pada Agustus lalu juga pemda setempat sudah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk menyampaikan kesigapan distribusi garam untuk memenuhi kebutuhan nasional.