Selasa 27 Oct 2020 15:45 WIB

Vonis Seumur Hidup Benny Tjokro Dinilai Tepat

Sudah sepatutnya negara menetapkan hukuman maksimal untuk Benny Tjokro.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Sarifuddin Sudding
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sarifuddin Sudding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai, vonis seumur hidup majelis hakim terhadap Benny Tjokro terkait kasus Jiwasraya dinilai tepat. Dia menilai, sudah sepatutnya negara menetapkan hukuman maksimal untuk Benny Tjokro.

"Saya mengapresiasi putusan tersebut, tentunya hakim dalam menjatuhkan putusan didasarkan pada pertimbangan hukum dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan," kata Sudding saat dihubungi, Selasa (27/10).

Dia mengatakan, jika dilihat dari segi persoalan, kasus jiwasraya ini tergolong kejahatan white collar yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan jaringan. Sehingga, kejahatan tersebut merugikan negara dan para nasabah.

"Oleh karenanya sudah sepatutnya para terdakwa di jatuhi hukuman maksimal," ujar Politikus PAN ini.

Kendati demikian, kata Sudding, kasus ini tidak berhenti pada para terdakwa. Dia berharap, kasus ini dikembangkan ke pihak lain yang ikut dan turut serta dalam kejahatan tersebut untuk juga dimintai pertanggungan jawaban hukum Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro. 

Sebelumnya, majelis Hakim menilai, Benny terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS).

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucuian uang. Menjatuhkan pidana penjara seumur hidup," kata Ketua Majelis Hakim, Rosmina saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10).

Selain pidana pokok, Benny juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 6.078.500.000.000. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti, paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Terdapat beberapa hal menjadi pertimbangan hakim. Untuk hal yang memberatkan Benny yakni perbuatannya melakukan korupsi secara terorganisir dengan baik sehingga sangat sulit mengungkap.

Terdakwa bahkan menggunakan tangan lain dalam jumlah banyak dan nominee, bahkan terdakwa menggunakan KTP palsu untuk menjadikan nominee. Perbuatan itu pun dilakukan dalam jangka waktu lama dan menimbulkan kerugian negara.

"Perbuatan terdakwa menggunakan pengetahuan yang dimiliki merusak pasar modal, menghilangkan kepercayaan masyarakat dalam dunia perasuransian," ujar Hakim. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement